Jaga Hutan, Jaga Dunia, dengan Adopsi Hutan
Cerita dari Hutan
Malam itu rintik-rintik hujan terdengar menyentuh atap rumah. Kulirik jam di dinding, jarumnya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Suara jangkrik terdengar bersahutan, seolah memberi tahu sekarang adalah giliran mereka untuk berjaga di muka bumi.
Sebelum melangkahkan kaki ke peraduan, aku menyempatkan diri untuk melihat anak-anak yang sudah terlelap lebih dahulu. Merapikan selimut mereka, memastikan semua jendela sudah terkunci, setelah itu melayangkan kecupan hangat seraya bisikan doa agar tidur mereka ditemani mimpi yang indah.
Malam yang tenang itu tiba-tiba terusik dengan suara keras yang terdengar begitu lantang dari area perkebunan warga di seberang jalan. Tidak hanya sekali, bahkan berkali-kali menyerupai rentetan suara tembakan.
Aku tersentak kaget, dan reflek berlari ke luar kamar sambil memegangi dada yang bergemuruh dengan kuat.
"Sepertinya 'datuk' masuk lagi," kata suamiku.
Aku paham, ternyata suara keras tadi berasal dari ledakan petasan yang digunakan warga untuk mengusir kawanan gajah.
"Abang ke luar dulu, mau lihat kejadiannya. Kamu tidur duluan, ya." Aku mengangguk kemudian masuk ke kamar setelah suara motor suamiku terdengar semakin menjauh.
Datuk. Itulah sebutan yang warga berikan untuk gajah yang kerap masuk ke area perkebunan warga.
Aku pernah dengar cerita mertua, dulunya area perkebunan warga itu merupakan area hutan lindung. Namun, entah bagaimana kejadiannya, entah siapa pihak-pihak yang terlibat, pohon-pohon di hutan itu ditebangi, semak-semak dibakar, area itu kemudian diperjual belikan kepada masyarakat.
Hutan yang merupakan rumah bagi para gajah dan hewan lainnya itu sudah semakin berkurang luasnya, sehingga tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sekitar pukul satu dinihari, suamiku kembali ke rumah. Raut wajahnya tampak berbeda, ada kesedihan yang tersirat di matanya.
"Sedikitnya ada 14 ekor, Dek. Di satu sisi abang memaklumi kekesalan warga yang tanamannya rusak. Tetapi hati abang juga terasa hancur ketika melihat gajah-gajah itu lari terbirit-birit mendengar suara petasan. Terlebih lagi ketika melihat beberapa bayi gajah yang terseok-seok mengikuti langkah kaki ibunya. Sebagai orangtua, abang bisa merasakan kesedihan induknya. Hati kecil abang berteriak, Dek. Rasanya zalim sekali kita sebagai manusia," tutur suamiku dengan suara bergetar.
Hatiku terenyuh mendengar cerita suamiku. Sebuah cerita dari hutan yang tidak pernah kubayangkan ternyata menyimpan kisah sedih seperti itu.
Gajah-gajah itu tidak serakah, tidak pula beringas tanpa arah. Mereka hanya berjuang untuk bertahan hidup, di antara pohon-pohon yang terlihat asing dan tiang-tiang beton yang berdiri tanpa kompromi di atas rumah-rumah mereka.
Keanekaragaman Hayati Hutan yang Lebih dari Sekadar Pohon
Di mata masyarakat internasional, Indonesia merupakan negara dengan mega biodiversity. Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan. Memiliki iklim tropis dengan hutan seluas 125 juta hektar (data KLKH 2018) menjadikan keanekaragaman hayati di Indonesia cukup tinggi.
Keanekaragaman hayati di hutan tidak hanya sekadar pohon, tetapi juga mencakup makhluk hidup lainnya. Mulai dari spesies, hingga ekosistem yang tersebar di seluruh Indonesia lengkap dengan karakteristiknya masing-masing.
Setiap tahunnya, luas tutupan hutan di Indonesia terus berkurang secara signifikan. Lokadata KLHK tahun 2015 menunjukkan luas hutan Indonesia masih pada angka 128 juta hektar, namun pada tahun 2018 tersisa 125 juta hektar. Terjadi penurunan sekitar 3 juta hektar dalam kurun waktu 3 tahun, dengan asumsi rata-rata 1 juta hektar tiap tahunnya.
Hilangnya tutupan hutan ini sudah pasti membahayakan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Berkurangnya luas hutan, menyebabkan ekosistem terganggu. Habitat yang berkurang mengancam keberlangsungan hidup hewan-hewan di dalamnya.
Sebagai contoh kecil, mari kita tinjau kondisi landscape Bujang Raba yang ada di Propinsi Jambi.
Hutan Jambi merupakan salah satu kawasan yang memiliki flora dan fauna dengan spesies langka di mata dunia. Seperti harimau sumatera, gajah, orang utan, bunga rafflesia, dan banyak lagi lainnya.
Harimau sumatera merupakan top predator di dalam piramida makanan, terutama di kawasan itu. Itu berarti keberadaan harimau sumatera berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem terutama ekosistem hewan mangsanya.
Ketika kawasan hutan berkurang karena adanya pemisahan menjadi kelompok-kelompok hutan yang kecil, maka harimau sumatera berada dalam posisi paling rawan untuk mengalami kepunahan dibandingkan hewan lainnya.
Hal ini terjadi karena sebagai hewan predator, harimau membutuhkan habitat yang luas agar bisa berkembang biak dengan baik. Ketersediaan makanannya sudah pasti terancam jika luas habitatnya berkurang.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan cerita dari hutan yang aku tuliskan di awal artikel ini.
Semenjak banyaknya kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi area perkebunan, hewan-hewan ini kehilangan habitatnya. Hewan-hewan ini kehilangan sumber makanannya. Mereka memakan tanaman yang tampak di depan mata mereka, tanpa mengetahui tanaman itu milik warga atau bukan.
Bagi masyarakat pemilik lahan, hal ini merugikan. Itulah sebabnya, setiap kali gerombolan gajah ini masuk, warga pun beramai-ramai mengusirnya dengan membunyikan petasan.
Padahal jika dipikir lebih dalam, gajah-gajah itu tidak berbuat salah. Area perkebunan yang mereka masuki itu sebelumnya adalah hutan tempat mereka tinggal. Bukan salah mereka jika mereka tidak bisa memahami ketika hutan itu beralih fungsi.
Alangkah bijaknya jika setiap pengambilan kebijakan yang terkait dengan lingkungan juga memerhatikan keanekaragaman hayati sebagai hal yang utama.
Pemanfaatan dan pengolaan hutan harus diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan mengancam keanekaragaman hayati yang ada dalam hutan tersebut.
Jaga Hutan, Jaga Dunia, dengan Adopsi Hutan
Hutan merupakan sumber kehidupan. Hutan memberikan pasokan oksigen, menyimpan cadangan air, dan melindungi tanah dari erosi. Hutan menjaga tanah, air, dan udara tetap sehat.
Bahkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, hutan merupakan sumber bahan pangan yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka.
Itu sebabnya sangat penting bagi kita melestarikan keberadaan hutan, karena dengan menjaga hutan, berarti kita menjaga kehidupan di muka bumi.
Salah satu cara melestarikan hutan yang bisa kita lakukan adalah dengan adopsi hutan.
Apa itu Adopsi Hutan?
Adopsi hutan adalah sebuah gerakan gotong royong dalam rangka menjaga hutan yang masih ada, mulai dari pohon tegaknya, hewannya, floranya, serta keanekaragaman hayati lain yang ada di dalamnya.
Melalui adopsi hutan, semua orang dari belahan dunia ini bisa terhubung langsung dengan ekosistem hutan beserta para penjaganya.
Jika kita tidak bisa secara langsung datang ke hutan, kepedulian kita bisa disampaikan melalui tangan-tangan warga setempat yang lebih paham tentang hutan dan isinya.
Kita bisa menunjukkan kepedulian dengan melibatkan diri lewat donasi untuk membiayai kegiatan patroli hutan, memberi modal usaha produksi hasil hutan non-kayu, serta penyediaan fasilitas kesehatan warga lokal.
Gerakan adopsi hutan merupakan wujud kepedulian kita sebagai bagian dari komunitas non-lingkungan.
Dengan memberi motivasi para penjaga hutan agar tak lelah menjalankan tugas dan perannya, secara tak langsung kita telah mengungkapkan rasa syukur atas apa yang telah diberikan hutan kepada kita seperti air, oksigen, keaneragaman hayati, sumber pangan, ilmu pengetahuan, dan juga sosial budaya.
Sasaran dari Program Adopsi Hutan
Sampai saat ini, ada 4 lembaga masyarakat yang akan terbantu dengan adanya program adopsi hutan ini.
Lembaga-lembaga ini aktif memberikan kontribusi dalam upaya pelestarian hutan, menyuarakan kepedulian akan pentingnya hutan dan juga aktifitas makhluk hidup di sekitarnya. Mereka tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, yaitu:
🌳 Forum Konservasi Leuser dan Yayasan HAkA di Aceh
🌳 Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI di Sumatra Barat, Jambi, dan Bengkulu
🌳 Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) di Kalimatan Barat
🌳 PROFAUNA Indonesia di Kalimantan Timur dan Jawa Timur.
Sayang sekali, tidak ada lembaga atau komunitas sejenis di propinsi Riau, tempat aku berada saat ini.
Sekilas tentang Hutan di Riau
Awalnya aku tidak percaya, masa iya di propinsi yang kaya dengan sumber daya alam minyak bumi ini tidak ada satupun lembaga masyarakat yang mengusung kepedulian pada hutan.
Tetapi setelah berbincang-bincang dengan salah seorang saudara yang berkerja sebagai polisi hutan, akhirnya aku percaya.
"Riau mana ada hutan lagi, Mer. Hutan Riau sudah jadi lahan sawit semua." Ujarnya saat aku tanyakan tentang hutan Riau via sambungan telepon.
Sekilas kata-katanya memang terkesan sarkas, tetapi aku sangat mengerti mengapa dia sampai berkata begitu.
Saat mengetikkan kata 'hutan Riau' di mesin pencarian, hasilnya sungguh membuat tercengang. Top ten artikel yang ada di halaman pertama memunculkan berita dengan judul kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Untuk mencari data tentang hutan Riau, aku sampai memasukkan beberapa kata kunci, sehingga dapatlah data yang aku inginkan, tapi itu pun masih data tahun 2013.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Propinsi Riau tahun 2013, dari total 8 juta hektar hutan di Riau, hanya 2,6% yang merupakan areal hutan lindung, 6,19% hutan suaka marga satwa, dan 1,61% hutan bakau. Sementara sisanya terbagi untuk hutan produksi tetap 18,67%, hutan produksi terbatas 21,12%, dan areal penggunaan lain (APL) pelepasan sebesar 27,50%.
Dari kondisi real di lapangan seperti ini, tidak heran jika terjadi hal seperti yang aku ceritakan di awal artikel ini, ketika kawanan gajah memakan tanaman warga.
Pentingnya Aksi Adopsi Hutan
Menyadari sepenuhnya kondisi hutan di Riau saat ini, hati kecilku terpanggil untuk turut memberikan kontribusi demi lestarinya hutan yang ada.
Untuk itulah penting sekali aksi adopsi hutan ini untuk dilakukan.
Dengan adopsi hutan, kita bisa menjaga hutan yang masih ada, sehingga tidak lagi tergerus kepentingan manusia. Dengan begitu, keanekaragaman hayati yang ada di hutan saat ini tetap terjaga.
Cara adopsi hutan
Jika teman-teman merasa hatinya terketuk melihat kondisi hutan kita saat ini, dan ingin berpartisipasi melakukan adopsi hutan, teman-teman bisa lakukan melalui kitabisa.com.
Aksi ini merupakan salah satu bentuk perayaan Hari Hutan Indonesia 2020 yang diadakan setiap 7 Agustus. Meskipun dunia memperingati Hari Hutan Dunia setiap tanggal 27 Maret, tetapi tanggal 7 Agustus khusus didedikasikan bagi hutan Indonesia. Tahun ini merupakan tahun pertama diperingatinya Hari Hutan Indonesia. Jadi ini adalah momentum yang tepat bagi kita semua untuk bergerak.
Link donasi juga bisa diakses via laman situsnya harihutan.id. Di sana teman-teman akan menemukan menu Adopsi Hutan, dan kotak untuk berdonasi. Teman-teman bisa memilih nominal donasi dan metode pembayarannya sesuai yang diinginkan.
Hutan merupakan sumber kehidupan yang wajib ada hingga akhir zaman. Mari jaga hutan kita, mari jaga dunia kita, lewat aksi adopsi hutan. Dengan begitu anak cucu kita kelak, bisa menikmati kehidupan yang baik bersama dengan keanekaragaman hayati yang tetap terjaga.