Thursday, January 21, 2016

Ternyata Aku Tidak Sekuat Itu

January 21, 2016 0 Comments
Hai.. hai.. sobat Jeoja .. lama banget ga jumpa yaa ?
Pada kangen ga nih ? #idihhh.. kegeeran lu Mer, dikenal aja kaga', gimana mo ada yg ngangenin :p

Hahaha.. ga papa deh.. biar pun ga ada yang kangen sama diriku, yang pasti aku udah kanget berat-rat-rat-rat sama blog ini. Sempat khawatir juga sih, jangan-jangan ini blog udah lumutan lagi, saking lamanya ga diupdate. Hihihi ..

Okeh.. kali ini aku mo share cerita ketika si Abi dirawat di rumah sakit.
#Kapan ?
#Sakit apa ?
#RS mana ?
#Udah sembuh belum ?

Sebelum aku jawab satu-persatu pertanyaan itu, terlebih dahulu aku mo tanya sama sobat Jeoja semua.

Hmm .. sobat Jeoja, pernah ga merasa dirinya 'super power' ?
Merasa ga butuh-butuh amat bantuan orang lain, karena apa-apa bisa dilakukan sendiri. Dan terkadang suka sebel sama seseorang karena ketika dia diharapkan mampu mengerjakan sesuatu justru tidak berjalan sesuai harapan. 

Dari pada mempercayakan perkerjaan itu kepada orang lain tetapi tidak berjalan sesuai yang diharapkan akhirnya kita memilih melakukannya sendiri. Meskipun repot luar biasa, capek luar biasa, tapi kita puas karena hasilnya sesuai dengan yang kita inginkan.

Kalo aku, jujur aja, pernah ngerasain perasaan itu. Sering malah :D

Apa lagi kalo udah nyangkut urusan perkerjaan di kantor. Daripada harus merevisi laporan satu kali, aku memilih memeriksanya berkali-kali. Pernah suatu hari, karena mepet deadline, laporan dari salah satu staff aku forward aja tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Dengan sepelenya aku mikir gini, "udahlah satu kali ini aja. Yang penting aku kirim laporan hari ini."
#Pencitraan banget kan ya ?

Tapi, keesokan harinya yang pusing justru aku sendiri. Ternyata laporan staff yang aku forward itu tidak balance dengan laporan dari departemen lain. Niat hati pengen simple, yang ada malah keteteran. Perkerjaan yang seharusnya bisa kelar hari itu, jadi tertunda karena aku harus memeriksa ulang laporan hari sebelumnya. Beeuuhh ...  Belum lagi mengajukan revisi. Ga enak banget kan, Sobat Jeoja ?

Sejak kejadian itu, aku ga mau lagi menerima mentah-mentah perkerjaan orang lain. Dan aku pun memegang teguh prinsip, dari pada merevisi satu kali lebih baik memeriksa berulang kali.

Nah.. itu sepenggal cerita aku di dunia kerja. Kalo atasanku bilang sih bagus, karena dengan telitinya aku dalam mengerjakan laporan, katanya dia lebih tenang dalam menganalisa. Karena data yang dia jadikan acuan pasti lebih lengkap dan akurat.

Hanya saja dari segi leadership, katanya aku masih jauuuh dari kata bagus. Menurut dia lagi nih, seorang leader yang baik adalah orang yang mampu mengarahkan bawahannya untuk memenuhi sasaran yang dia tuju. Leader harus mampu memberdayakan bawahannya. Ketika bawahan gagal dalam mengerjakan tugas yang diberikan, maka adalah tugas seorang leader untuk menuntun bawahan tersebut agar bisa, bukan lantas mengambil alih perkerjaan bawahan tersebut. Karena dengan begitu, bawahan akan semakin terpuruk dalam ketidak bisaannya, dan leader akan tunggang langgang mengerjakan semua tugas sendirian.

Dan, aku pikir-pikir, benar juga yang bos ku katakan. Sehebat apa sih aku ini ? Sekuat apa sih aku ini ? Apa iya bisa menghandle semua perkerjaan bawahan dalam satu waktu ? Ga kan ? Sehebat apa pun seseorang dalam berkerja, tetapi jika perkerjaan yang dibebankan kepadanya terlalu banyak, maka jangan diharapkan akurasi dari hasil perkerjaan tersebut. Karena kita semua tahu kan, sehebat dan sekuat apa pun seseorang dia tetaplah manusia biasa yang punya limit. Jika hal itu di paksakan nantinya bisa berakibat fatal.

Dan ini lah salah satu alasan yang membuat si Abi jatuh sakit.

Suami ku itu (si Abi - pen) dalam berkerja kurang lebih sama dengan diriku. Dia tipikal orang yang ga mau bergantung sama orang lain. Apa lagi di perusahaan tempatnya berkerja jumlah SDMnya terbatas. Jadi satu orang karyawan bisa saja memegang dua atau lebih tugas dan tanggung jawab. Dan si Abi adalah salah satunya. Meskipun tugas yang dikerjakannya tidak tertuang dalam jobdesc nya, tapi karena tugas  itu telah menjadi rutinitas yang biasa dia lakukan, ya dia tetap aja terus mengerjakannya.

Jadi, ceritanya di hari Sabtu tanggal 16-Jan-2016 itu, pagi harinya ketika mengantar aku pergi kerja dia sempat mengeluh agak pusing dan pandangan matanya kabur. Aku sarankan dia untuk ga usah masuk kerja, apa lagi aku juga tahu, hari Sabtu dia hanya kerja setengah hari. Jadi kalaupun dia tidak masuk dihari itu, Seninnya tidak akan begitu banyak perkerjaan yang menumpuk. Tapi, lagi-lagi karena merasa diri kuat, dan ga percaya orang lain akan mampu menyelesaikan tugas itu dengan baik, si Abi pun memaksakan diri untuk tetap masuk kerja.

Dua jam pertama dia lalui dengan menahan pusing yang luar biasa. Satu jam berikutnya, dia muntah-muntah, dan tiga puluh menit kemudian tubuhnya kejang, nafas tersengal-sengal dan  wajah pucat pasi. Dengan sigap rekan-rekan kerjanya membawa ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit, langsung masuk ke ruang emergency, dipasang infus dan oksigen.

Aku yang mendapat kabar via telepon pun bergegas ke rumah sakit dengan angkot. Saking paniknya aku paksa supirnya untuk ngebut. Ketika nyebrang jalan pun aku ga noleh kiri-kanan dan mendapati suara klakson yang bertubi-tubi beserta teriakan dari beberapa pengguna jalan lainnya. Tapi aku ga gubris sama sekali, aku terus berlari memasuki halaman rumah sakit, menuju ruang emergency.

Sesampai disana, melihat Abi yang terbaring lemas, dengan selang infus dan oksigen, semua kekuatanku runtuh seketika. Aku melorot, lemas dengan air mata ga tertahankan lagi.

Ya, ternyata aku tidak sekuat itu. Aku bukan super power. Aku tetap manusia biasa, yang tak kan mampu hidup sendiri dan pasti butuh bantuan orang lain.

Sobat Jeoja juga sama kan ?