Thursday, November 5, 2020

Komplain ke Gurunya Anak, Yay or Nay?



Aku sangat menghormati profesi guru. Tanpa adanya guru yang mendidik saat sekolah dulu, mungkin aku tidak akan bisa menjadi pribadi yang tangguh seperti sekarang ini. Terlebih lagi di keluargaku sendiri banyak yang berprofesi sebagai guru. Ada tante, kakak, dan sahabat-sahabat dekat yang layaknya sudah seperti keluarga sendiri.

Tetapi ketika aku berada di posisi wali murid, di beberapa kesempatan timbul rasa kecewa terhadap gurunya anak. Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk gurunya anak. Mereka juga manusia biasa yang bisa salah dan khilaf. Aku sangat memaklumi hal itu. Makanya ketika ada kesalahpahaman, sebisa mungkin aku tidak komplain di grup, tetapi menghubungi beliau secara pribadi. Hal ini tentu saja dengan tujuan tetap menjaga marwah guru tersebut di hadapan wali murid lainnya.

Jawaban Anak Disalahkan Guru


Aku yakin banget, teman-teman pasti pernah mendengar berita viral di media sosial beberapa tahun yang lalu. Ketika itu seorang murid SD mendapatkan nilai 20 dari gurunya karena menjawab 4+4+4+4+4+4 = 4x6 = 24, sedangkan jawaban yang benar menurut gurunya adalah 4+4+4+4+4+4 = 6x4 = 24. Saking viralnya berita ini sampai ke telinga mentri, lho. Hahaha.

Pro dan kontra atas jawaban murid dan guru itu pun terjadi di mana-mana. Bahkan beberapa portal online pun turut menuliskan artikel membahas tentang jawaban murid dan guru tersebut.

Nah, hal yang kurang lebih sama juga anakku alami beberapa hari yang lalu. Aku kaget karena mendapati tugas matematikanya Aira dapat nilai 40.

What?
40?
Aira yang selalu juara satuuuu?
Iyaaaa, ga nyangka banget akunyaaa. Hiks...hiks..

Segera aku buka soal-soal yang diberikan gurunya minggu lalu.

Setelah aku pelajari dan kerjakan sendiri, aku yakin jawabannya Aira ga sepenuhnya salah. Hanya saja Aira ga konversi jawabannya ke KM. Di sinilah letak kesalahan Aira menurut gurunya.

Sementara aku memahami soalnya tidak hanya sebatas angka-angka yang ditanyakan, tetapi juga mencakup detail kalimat dalam soal tersebut. Mungkin karena aku biasa menulis, ya. Lebih mudah mencerna soal yang tersurat dari pada yang tersirat.

Di soal itu tidak disebutkan dengan jelas bahwa ukuran jarak itu harus ditulis dalam satuan apa. Jadi kalau anak menulis dalam satuan CM seharusnya tetap benar, kan?

Kecuali di soal dituliskan, berapakah jaraknya dalam KM?

Bukannya 1.200.000 cm itu sama dengan 12 km?

Kalau di soal tidak ada permintaan khusus untuk konversi ke KM, wajarkah jawaban anak dalam satuan CM itu disalahkan?

Komplain ke guru?

Pasti, doong.

Aku komplain ke gurunya, karena aku merasa anakku tidak sepenuhnya salah. Tetapi sayangnya keputusan guru tidak bisa diganggu gugat. Huhuhu.

Jujur, aku kecewa banget lho saat itu.

Tapi, tidak lama-lama kecewanya. Aku tarik nafas dalam-dalam, setelah itu hembuskan secara perlahan. Kemudian aku tenangkan diri agar bisa memahami permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda.


Seandainya Aku adalah Guru

Agar bisa memahami permasalahan ini dengan bijak, Aku mencoba untuk memposisikan diri sebagai gurunya anak.

Jika menerima kritikan atau komplain yang begitu gamblang dari wali murid, apakah akan langsung mengoreksi diri dan merubah keputusan?

Hm...bisa jadi jawabannya 'tidak'.

Mengapa?

Karena ada pertaruhan harga diri di sana. Jika langsung 'mengiyakan' maka kredibilitas diri sebagai guru pasti langsung anjlok di depan wali murid. Apalagi kalau berita ini sampai ke telinga wali murid lainnya. Bermacam-macam label negatif bisa-bisa melayang dari mulut mereka.

Dengan bertahan pada keputusannya, di situ guru telah mempertegas batasan bahwa penilaian guru adalah yang benar, orangtua harus menerima keputusan itu dengan lapang dada.

Meskipun di kemudian hari ada perbaikan soal ataupun metode penilaian, tetapi yang sudah terjadi biarlah terjadi.

Mencoba Memahami Kualitas Guru dari Kacamata Para Ahli


Persoalan kualitas guru di Indonesia bukan rahasia lagi, memang belum bisa dikatakan bagus. Khususnya untuk guru-guru di tingkat pendidikan dasar. Masih sangat banyak ditemukan guru-guru mengajar bidang studi tidak sesuai dengan latar pendidikan yang dimiliki.

Hal inilah yang ditengarai menjadi penyebab mengapa guru-guru menjadi kaku dan terpaku pada buku dan kunci jawaban saat menilai tugas dan jawaban muridnya. Sehingga jika jawaban murid tidak sesuai dengan apa yang ada di buku, otomatis jawaban murid itupun disalahkan.

Pakar matematika, Arif Rachman mengatakan, dalam pembelajaran matematika proses mendapatkan hasil jawaban sangat penting, meskipun melalui proses yang berbeda, kalau hasilnya sama, maka tidak ada yang bisa disalahkan.

Profesor Iwan Pranoto, Guru Besar Matematika dari Institut Teknologi Bandung berpendapat bahwa dalam matematika tidak ada yang namanya kebenaran, yang ada hanyalah kesahihan. Jika penalarannya sahih, maka harus diterima, meskipun jawabannya atau kesimpulannya aneh.

Tauhid Aminulloh, konseptor Sekolah Tani Muda sekaligus fasilisator di sekolah Wikikopi, Yogyakarta mengatakan, kualitas guru harus dibenahi. Guru harus memahami benar mata pelajaran yang ia ajarkan, serta menyampaikannya dengan metode terbaik.

Setelah membaca pendapat para ahli tersebut di atas, aku paham dengan apa yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Hal inilah yang kemudian melandasi tindakanku saat membuat keputusan untuk menghentikan komplain kepada gurunya anak.

Tetapi, sebagai orangtua yang tidak hanya memedulikan nilai akademis anak, aku tetap menyampaikan rasa keberatanku atas keputusan beliau.

Bahwa kepercayaan diri anak bisa rusak jika sesuatu yang dia kerjakan dengan benar, tetapi sepenuhnya disalahkan oleh gurunya, tanpa ada penilaian dari sudut pandang lain.

Ke depannya anak akan mengalami krisis kepercayaan diri sehingga timbul rasa takut dan ragu setiap kali akan mengerjakan tugas. Semoga ke depannya guru lebih bijak dalam membuat soal-soal yang diberikan kepada anak.

Sebagaimana yang dikatakak Prof. Iwan Pranoto di akun twitternya bahwa guru sangat berperan penting dalam memberikan pertanyaan juga dalam mengoreksi jawaban.

Jadi, komplain ke gurunya anak itu, yay atau nay?

Kalau aku 'yay' ajaaah. Soal diterima atau tidak belakangan, yang penting gurunya tahu bahwa orangtua anak di rumah tidak nrimo aja atas penilaian yang diberikan guru kepada anak. Pasti ada feedback atas penilaian-penilaian yang tidak tepat. Tujuannya agar guru juga tetap teliti dan objectif dalam memeriksa lembaran jawaban murid-muridnya.

Begituh.

22 comments:

  1. Hallo mbak meirida salam kenal. Saya berprofesi sebagai guru. Dan thanks ya yg wali murid masih memaklumi kesalahan guru. Dan sy juga mengajar biologi SMA dan memang blm pernah di komplain wali murid. Dan mereka murid dan wali murid senang jika anaknya diajar dengan maksimal. Namun di tengah pandemi memang agak sedikit sulit karena memang harus fokus belajar jarak jauh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Mas. Salam kenal juga. Semangat terus ya, Mas. Semoga pandemi ini segera berakhir, sehingga para guru kembali bisa mengajar muridnya dengan maksimal.

      Delete
  2. Sebagai mantan guru dan sekarang guru di rumah bagi anak-anak. Tentu aku memilih NAY. sekarang bukan saatnya komplain ke guru, karena situasi memang kurang mendukung untuk melakukan proses KBM secara pas. Mereka juga bingung loh mbak. Kalau kurang setuju bukan komplain yang akan saya lakukan tetapi memberikan saran.

    ReplyDelete
  3. Tergantung kasusnya juga sih mba. Temenku pernah lho saat mendampingi anaknya zoom, yang masih SD (kelas 2 apa 3 gitu), eh gurunya bilang beberapa contoh pahlawan Nasioanl adalah KI Hajar Dewantara, Muuhammad Hatta, dan Ah*k. Kan jadi bingung ya,apakah benar Ah*k saat ini sudah menjadi pahlawan nasional? Bukannya rasis, tapi walmur kan butuh klarifikasi. Kalau tidak ada yang berani complain, masa kita tidak klarifikasi memberi info yang benar untuk anak-anak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, bener. Tergantung permasalahannya ya, Mbak. Jika memang rasanya ada yang 'tidak wajar' kita sebagai orangtua patut mempertanyakan, ya.

      Delete
  4. Aku sepertinya belum pernah komplain ya...dan lebih banyak support guru. Mungkin karena keluarga besarku guru, Mbah Kung, Mbah putri, Bapakku, Keempat kakakku, Bulik/Paklik...banyaak
    Tapi bukan itu saja sih, menurutku lihat konteksnya juga. Bisa jadi alasan logis guru sesuai teorinya sehingga menganggap jawaban siswa benar atau salah.

    ReplyDelete
  5. Sepakat soal guru adalah sosok penting dalam pendidikan anak, tapi mereka juga bukan pemilik kebenaran absolut.

    Ada sebuah kalimat Soe Hok Gie dalam film GIE yang sangat saya sukai: "Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau"

    Nanti kalau saya punya anak, pasti YAY lah soal komplen. Asalkan tetap bijak dan sopan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju banget, Mbak Arai. Yang penting tetap sopan yaaa.

      Delete
  6. Aku engga protes langsung kalik yah. Belum pernah juga sih...Heran juga ya, matematika jadi rumit gitu. Padahal aku dulu suka banget lho hitung-hitungan, matematika dkk. Hehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. MTK anak zaman now ampun Mbaaak. Tingkat SD aja materinya udah sama dengan kita zaman SMP dulu. Makanya para ibu di rumah jadi pusing ngajarin anaknya. Hahaha

      Delete
  7. Saya pernah bertemu langsung guru yang mengajar anak saya. Tanpa saya bertanya, belisu sudah menjelaskan panjang lebar bertapa mereka tidak ingin cara mengajar seperti ini. Guru ingin mengenal anak-anak di kelas langsung, belajar dengan normal, kata Beliau. Soalnya kondisi belajar online juga justru merusak jadwal pribadi mereka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener, Mbak. Para guru sebenernya juga kewalahan, ya.

      Delete
  8. Aku juga yey kak. Guru itu bukan dewa. manusia biasa yang banyak salahnya. harusnya guru juga bisa terbuka. mau menerima kritikan dan saran. saya pernah jadi tentor di sebuah bimbingan belajar. mendengarkan keluh kesah muridku soal gurunya di sekolah. ada yg gak nerangin pelajaran, tau tau besok kuis. ada yang suka kasih ulangan dadakan padahal muridnya belum pada ngerti. hello... murid juga manusia bu/pak. harus dididik yang benar. disayang dan dibuat mengerti. jadi kalau mau protes mah, protes aja. dari situ bisa dilihat kok kualitas gurunya. guru yang baik akan menerima masukan dengan bijak. yang gak menerima kritikan berarti gak bener nih. kualitasnya di bawah rata rata.gampang kan nilainya.

    ReplyDelete
  9. Saya juga setuju jika ada ketidaksetujuan, silakan dikatakan dengan baik kepada gurunya. Akan baik sekali jika orang tua dan guru bisa berkomunikasi dengan keren. Toh, orang tua dan guru adalah partner terbaik dalam mendidik dan mendampingi anak-anak belajar.

    ReplyDelete
  10. Namanya juha manusia ya mbak pasti ada salahnya tak terkecuali bagi seoranh guru. Its oke sih kalo buat aku complain. Yang penting dengan adab yang benar yanh tidak saling merendahkan

    ReplyDelete
  11. Bener bun, saya setuju untuk melakukan komplen ke guru. Memang kebanyakan guru lebih terpaku pada kunci jawaaban. Khususnya matematika, semestinya di SD menurut saya juga harus ada guru khusus mapel MTK, karena tidak semua guru menyukai matematika, sedihhnya kadang ada juga guru yang gak paham semacam konversi dari kasus di atas.

    ReplyDelete
  12. Yayyyy mbak. Tentunya dengan cara sopan dan tidak agresif

    sependapat dengan yang mengatakan kalau guru yang masih menyalahkan jawaban yang berbeda hanya mengandalkan kunci jawaban. Mungkin juga saking overloadnya dengan tugas online, jadi mengambil cara yang efektif yaitu berpaku pada kunci jawaban.

    ReplyDelete
  13. Kesalahan-kesalahan seperti ini memang biasa terjadi pada guru, wali murid bisa komentar dan menanyakan ke gurunya. Yang susah kalau kesalahan serupa dilakukan oleh dosen, mahasiswa cuma bisa mengelus dada. Eh.

    Btw, terima kasih untuk tulisannya yang menarik, Mbak

    ReplyDelete
  14. Hihi mirip ibuku banget kak Mei. Bahkan sampai aku masih kuliah dulu kalau ada nilai yg ngga sesuai ibuku minta nomer hape dosen dan pgn komplain. Apakah ini gambling apa gimana. Padahal kerja tugas selalu on time, ujian jg bagus, ngga pernah absen, tapi dapat D. Ekwkwk

    ReplyDelete
  15. halo kak,
    aku juga YAY soal komplen ke guru sih, hihih. iya lah demi perkembangan anak di sekolah kak. tapi gak serta merta seenak nyakalo ada apa apa langsung todong gurunya, saudaraku juga guru,. jadi biasanya kalo ada masalah aku konsul dulu sama dia baru protes ke gurunya. karena, guru juga manusia tapi kadang kita suka lupa menggangap guru hebat di segala bidang, tapi guru juga kan gak luput dari kesalahan. begitu kata sodara saya.

    ReplyDelete
  16. Assalamualaikum perkenalkan nama saya Kartini,saya baru baru ini komplin guru anaku yang masih duduk di TK A,anaku biasanya minta ditemani dan hari itu saya kerja bakti ng

    ReplyDelete


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.