Saturday, February 24, 2018

Kecil-kecil kok Provokator ?



Siang tadi aku dikejutkan dengan Aira yang menangis di sekolah karena dibully oleh teman-temannya. Ada satu orang temannya yang menghasut teman-teman lainnya untuk tidak berteman dengan Aira. Setiap kali Aira mendekat mereka menjauh. Mereka berkumpul, berkelompok saling berbisik. Ketika Aira bertanya ada apa, mereka sepakat untuk tidak bicara. Merasa terpojok dan tidak memiliki teman Aira pun sedih.

Aira ini tipikal anak yang ga pandai menangis sebenarnya. Di rumah pun dia jarang banget menangis. Makanya aku tau betul dia hanya akan menangis disaat hatinya bener-bener tersakiti. Saat menangis suaranya ga begitu keluar, cuman isakan aja yang kuat diiringi air mata yang mengucur deras seperti air kran. Kalau sudah begitu, jika tidak segera ditenangkan, tangan dan kakinya akan kaku karena kram.

Melihat dia menangis sampai kram gitu sebagai ibu aku pasti kesal bangetlah. Rasanya pengen marahin anak yang buat dia menangis itu habis-habisan. Tak preteli dari ujung rambut sampai ujung kaki biar kapok gak kurang ajar lagi.

Tapi nggak lah. Aku masih waras to the max kok ini. Daripada menghakimi anak orang lain, untuk sekarang aku lebih memilih untuk lebih membentuk karakter Aira agar lebih tahan banting dalam menghadapi tekanan.

Berhadapan dengan tekanan berupa pengucilan dari teman-temannya merupakan hal yang berdampak besar pada perkembangan mental anak. Sadar akan bahaya yang akan terjadi di depan, sebagai ibu aku berusaha membangun karakter Aira untuk lebih kuat lagi.

3 langkah untuk menguatkan mental anak dalam menghadapi tindak pembulian. 

1. Menanamkan keyakinan kepada anak bahwa orang yang sifatnya suka menghasut satu sama lain bukanlah orang yang tepat untuk dijadikan teman. Jadi tidak perlu merasa sedih jika mereka tidak mau berteman. Justru seharusnya bersyukur karena Allah jauhkan dari teman yang sifatnya buruk.

2. Menanamkan prinsip pada anak bahwa memulai pertengkaran itu adalah salah. Tetapi jika dizhalimi oleh orang lain maka anak harus membela diri. Membela diri tidak harus dengan cara beradu fisik. Cukup katakan argumen secukupnya, setelah itu menjauhkan diri sebelum keributan meluas. Kemudian berdoa kepada Allah. Minta diberi kesabaran, dan mohon agar teman diberi kesadaran.

3. Cari kesibukan untuk menghibur diri. Bisa dengan menggambar, mewarnai, atau buat sesuatu dari kertas origami.


Aduh Mer, kenapa bukan anak itu aja yang langsung diberi teguran ? Biar dia tahu dengan salahnya, dan besok-besok dia tidak ulangi lagi.

Jika diturutkan hawa nafsu, emang pengen banget negur tuh anak langsung, ya. Tapi aku tidak mau gegabah. Aku menjunjung tinggi prosedur, untuk 1-2 kali ini aku akan biarkan Aira untuk mencoba mengatasi masalahnya sendiri. Hitung-hitung mengajarkannya kemandirian juga, kan. Tetapi jika kejadian yang sama kembali terulang oleh pelaku yang sama, maka barulah aku turun tangan dengan menemui pihak-pihak terkait seperti guru dan orangtua anak itu.

Karena aku tau banget, anak nakal itu bukan bawaan dari lahir. Faktor didikan orangtua adalah salah satu penentu dalam pembentukan karakter anak.

Banyak orangtua terutama ibu yang nggak menyadari, bahwa sikapnya dalam bergaul sangat mempengaruhi karakter anak.

Teman-teman mungkin bisa perhatikan sendiri, ada anak yang usianya masih unyu banget, tapi sekali ngomong ndilalah dewasanya minta ampun. Banyak perbendaharaan katanya yang bikin kita ternganga. Anak usia bawah 10 tahun udah fasih ngomongin soal cinta, pacar, kencan bahkan tau juga istilah pelakor.

See ?
They absorbed it so fast.

Anak-anak usia 10 tahun ke bawah itu semestinya masih lugu dan berhati bersih. Mereka seharusnya belum mengerti apa itu benci, belum paham apa itu iri hati, dengki dan sebagainya. Seusia mereka seharusnya masih berlarian telanjang kaki tanpa ada satu pun ke khawatiran bahwa teman yang ikut berlari bersama mereka adalah saingan.

Tapi lihatlah fakta yang ada sekarang. Anak-anak kita sudah terkontaminasi banyak hal negatif. Mereka tidak lagi memiliki rasa belas kasih terhadap sesama teman. Bahkan ada yang berlaku sebagai provokator dalam lingkaran pertemanan. Menghasut teman yang satu agar menjauhi teman yang lain.

Kecil-kecil sudah jadi provokator. Kok bisa ?

Banyak faktor pastinya yang menyebabkan hal ini terjadi. Bisa dari pengaruh tayangan televisi. Dan bisa juga dari lingkungan terdekat. Salah satunya, itu karena anak sedari kecil sudah terbiasa ikut bergabung dengan ibunya saat sedang bergosip ria.

Mari perhatikan ibu-ibu yang berkumpul, entah di warung, rumah tetangga atau parkiran sekolah. Namanya aja para emak yang ngumpul, bahasan mereka mah gak ada habis-habisnya. Mulai dari sembako, curhat tentang suami sampai cerita tentang aib orang lain.

Nah, ini yang bahaya untuk anak. Emak-emak kalo lagi menggosip, suka lupa dengan banyak hal. Lupa waktu tau-tau udah azan ashar baru nyadar belum masak. Lupa tempat, pas ceritanya rahasia bisik-bisik, pas cerita lucu ngakak so hard. Yang parah lagi lupa sama anak sendiri yang ada di dekatnya. Selama berjam-jam membicarakan orang lain itu, si anak tadi mengamati dengan seksama setiap inci pergerakan air muka ibunya. Bayangin hal ini terjadi setiap hari selama berbulan-bulan, bertahun-tahun. Sempurnalah proses meng-copy anak. Tinggal dia paste-in aja dalam pergaulannya kelak baik di sekolah atau pun di rumah.

Aduuuh, yang kita besarin kan anak manusia, bukan malaikat kelleees.

Ada yang berpendapat begitu ?

Yoi, yang ibu lahirin memang manusia ya bu. Tapi jangan lupa, sewaktu lahir anak itu putih suci layaknya malaikat. Orangtualah yang memiliki peran membentuk anak ini tetap jadi malaikat kah, jadi manusia kah, atau justru jadi setan ?

Jadi buibu, dalam bergaul sehari-hari mari kita jaga sikap dan prilaku kita agar anak-anak yang melihatnya bisa meng-copy yang baik-baik aja. Jika memang hasrat untuk bergosip sangat sulit untuk dibendung, please ... Sterilkan dulu area bergosipnya dari anak-anak. Jangan biarkan mata malaikat mereka merekam semua mimik dan kosakata kita dalam bergosip. Biarlah anak-anak kita tumbuh dalam keluguan mereka yang tetap murni tanpa ada segala macam penyakit hati mengotorinya.

Ayo kita jaga fitrah suci anak-anak kita dengan langkah-langkah kecil berikut :

  • Jauhkan anak dari tayangan-tayangan yang tidak mendidik.
  • Rutin bacakan kepada anak kisah-kisah tauladan dari para nabi, sahabat nabi dan tokoh-tokoh inspiratif lainnya.
  • Jauhkan anak dari obrolan orang-orang dewasa.
  • Bacakan firman Allah yang memuat tentang ganjaran terhadap prilaku buruk, dan balasan terhadap prilaku baik.
  • Kenalkan anak sedini mungkin dengan sunnah rasul.

Jika dari kecil si anak dibiarkan dalam sifat buruknya, apalagi yang bisa diharapkan di masa depannya nanti ? 

Wallahualam.















No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.