Tuesday, December 19, 2017

Tentang Rapor Anak Dan Rangking Yang di Perdebatkan


Beranda FB-ku beberapa hari ini cukup panas dengan beberapa status teman sehubungan dengan rapor anak. 

“Ntar lagi terima rapor neh, siap-siap aja beranda bakal dipenuhin foto mak-mak yang pamer sama rangking anaknya.” Cetus salah satu akun. Dan kemudian status itu pun kemudian mendapat respon beragam.

“Buat saya ga penting rangking, yang penting anakku jadi orang baik aja udah cukup.”
“Rangking di sekolahan gak menjamin masa depan anak, toh faktanya banyak yang dulunya gak rangking di sekolah sekarang jadi orang sukses.”
“Aku terima rapor anak, langsung pulang aja tuh, ga nanya-nanya sama walikelasnya perihal rangking anak, walo pun sama gurunya pasti ada daftarnya. Karena buat apa, sih. Rangking itu ga penting-penting banget, lah. Karena anak ga rangking bukan berarti bodoh, kan ?”

Daaaan ... banyak lagi komen-komen senada yang aku baca.

Please, deh. 

Apa iya persoalan rangking ini ga sebegitu pentingnya ?

Jika rangking ini memang ga penting, lalu buat apa ada kejuaraan ini, turnamen itu, olimpiade ini, dan beragam lomba lainnya ? Bukannya hasil dari semua itu adalah rangking juga ? 

Mengapa rangking di bidang non akademis menjadi sesuatu yang ‘wah’, trus prestasi di bidang akademis jadi persoalan ?

Menurut aku pribadi, nih, ya.
Rangking ini tetap perlu di adakan, dengan tujuan untuk memotivasi siswa untuk lebih giat dalam belajar. 


Tetapi, yang menjadi problem di sini adalah kecendrungan para orang tua yang justru mengkotak-kotakkan kemampuan anak-anak hanya terbatas pada rangking sekolah. Anak yang rangking itu pintar, anak yang ga rangking itu bodoh.


Pemikiran seperti itu justru yang harus dibuang dalam pikiran kita. Aku setuju dengan pendapat salah satu komentator di atas, “... anak ga rangking bukan berarti bodoh, kan ?” Ini benaaar. Tapi jangan lantas mengharamkan pemberian rangking dalam rapor anak.

Karena nyatanya, pemberian beasiswa pendidikan untuk siswa di sekolah juga berdasarkan rangking, kan ?

Kalo aku pribadi justru lebih concern sama pembentukan karakter anak. Gimana caranya agar anak tetap low profile sekalipun dia juara, gimana caranya anak gak down disaat dia gagal. Gimana caranya menanamkan pikiran positif kepada anak agar gak iri dengan prestasi temannya. Gimana caranya anak bisa menemukan bakat istimewa pada dirinya. Gimana caranya meyakinkan anak bahwa apa pun yang dia lakukan, dia tetap berharga bagi orang tuanya.

Ketika mau terima rapor, Aira pernah bertanya, "Nda, kalo Aira ga juara lagi gimana ?" Aku selalu menggenggam tangannya erat, menatap matanya lembut kemudian berkata, "juara atau enggak Aira di sekolah, bagi bunda Aira selalu juara di hati bunda. Bunda tetap bangga dengan Aira karena Aira sudah rajin belajar, rajin ibadah dan jadi anak yang baik hati. Bunda gak akan kecewa karena bunda tahu Aira udah melakukan yang terbaik. Jadi Aira jangan pernah merasa sedih, ya, Nak."

Sebagai orang tua Aira, aku dan ayahnya pastilah sama dengan orang tua lain pada umumnya. Pengen anaknya berprestasi, baik itu di sekolah atau pun di luar sekolah. Tapi, kami tidak menjadikan itu sebagai beban pada anak. Yang terpenting bagi kami adalah anak menikmati proses belajarnya di sekolah. Dia merasa nyaman dan tidak terbebani. Jika dia dapat rangking Alhamdulillaah, kalo tidak ya tidak masalah.

Jadi, kalo ada emak-emak yang pajang foto rangking anaknya di media sosial, wajar kok menurut aku. Mungkin itu salah satu wujud rasa bangga atas perjuangan anaknya dalam belajar. Positive thinking ajalah. Silahkan like atau ucapkan selamat dengan tulus kalo mau. Kalo rasa-rasanya mengganggu, tinggal pilih option aja, trus klik ‘sembunyikan kiriman’. Tidak ada paksaan untuk nge-like status mereka, kan ?

Yang perlu banget aku ingetin nih sama ibu-ibu yang pengen majang foto rapor anaknya di media sosial, tolong jaga poin-poin berikut, ya.

·         Jangan memajang info pribadi anak yang tertera di rapor anak.
Kalo mau pajang nilai-nilai rapor boleh aja, tapi tutupin dong info-info pentingnya. Karena ini demi si anak juga, kan. Jangan sampai rasa bangga kita dimanfaatin tangan-tangan gak bertanggung jawab.

·         Hindari menggunakan caption dan hashtag dengan nama sekolah anak
Udah kebiasaan emak-emak zaman now nih, kalo bikin status ga lengkap rasanya kalo ga pake hashtag. #EdisiTerimaRaporAnak #SDCitaCitaBangsa #JuaraISDCitaCitaBangsa. Ini lebih berbahaya lagi, maak. Berarti secara gak langsung kita udah menyediakan bank data untuk mereka-mereka yang berniat jahat. Karena sang pelaku tinggal narik data dari hashtag, udah, dapet semua tuh data anak. 

·         Jangan gunakan fitur Siaran Langsung saat terima rapor anak
Ampuuun. Ini lebih bahaya lagi, karena yang namanya siaran langsung ya terekam semua dong, ya. Ada tempat acara, seragam anak, dan semua data-data yang penting. Kalo niatnya mau merekam momen penting biar ayah anak bisa nonton momen-momen mendebarkan saat anak menerima penghargaan, tapi ga perlu siaran live gitu juga kali ya. Off the record aja, ntar bisa nonton juga kan di rumah. Atau pake video call aja sama si papah. Kan bisa juga.

Oke, ya, gais.
Itu aja cerewetan dari aku. Mohon maaf, kalo ada kata-kata yang enggak berkenan.
Semoga bermanfaat. Kalo ada yang pengen di tambahin boleh banget lho drop di komen.
Sampai jumpa di postingan berikutnya.


1 comment:

  1. Setuju sekali... Sampai saat ini saya masih cenderung adanya rangking di raport walaupun dalam kurikulum 2013 tidak dianggap penting

    ReplyDelete


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.