Friday, August 19, 2016

Ketika Si Anu Berbicara Rasis

www.meirida.my.id


Lagu Indonesia Raya yang berkumandang di arena Olimpiade Rio Brazil 2016 dua hari yang lalu menjadi kado terindah bagi peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-71. Aku rasa siapa pun dia, apa pun jabatannya, apa pun suku dan agamanya, semuanya pasti sepakat untuk merasakan kegembiraan yang luar biasa atas perolehan medali emas di ajang bulutangkis itu. Aku aja nih, gais, masih merinding ketika menyaksikan cuplikan pertandingan itu. 

Ketika berhadapan dengan euforia kemenangan itu ga ada satu pun yang berbicara, si A – si B anak keturunan bangsa C. Dalam pikiran semua orang hanya satu, bendera Indonesia berhasil dikibarkan oleh anak bangsa. Si-B yang tadinya di embel-embeli anak keturunan bangsa C, tanpa kasak-kusuk embel-embel itu hilang, menjadi anak bangsa. Ya, bahkan bagi Si Anu yang tadinya nyinyir banget ngomongin rasis ini pun, Si-B adalah anak bangsa. Dan diskusi berakhir sampai disitu. 

Helloooo.. kok jadi plinplan gitu, bung ?

Aku pribadi nih ya, bete habis kalo ketemu sama orang-orang yang sikap dan bicaranya selalu rasis. Dikit-dikit ngejek suku lain, dikit-dikit ngejek agama lain, dikit-dikit ngolokin etnis lain. Dalam pikirannya sukunya-agamanya-etnisnya adalah yang terbaik. Kamu pernah ketemu dengan orang yang sifatnya kayak gitu ga, gais ?

Padahal sejarah sudah mencatat betapa kelamnya dunia semasa rezimnya Nazi berkuasa. Karena ideologi rasisme yang mereka anut saat itu, sehingga terjadilah tragedi holocaust. Masih ingat tragedi mengerikan ini ga, gais ? Kalo ada yang lupa nih, aku ingatin dikit, ya. Holocaust merupakan pembantaian sekitar 6 juta orang Yahudi yang dilakukan secara sistematis, birokratis dan di sponsori oleh rezim Nazi beserta kolaboratornya. Nazi yang menguasai Jerman sejak tahun 1933 sangat meyakini bahwa bangsa Jerman adalah “ras unggul” sedangkan kaum Yahudi dianggap “inferior” yaitu ancaman luar terhadap terhadap apa yang mereka sebut dengan masyarakat rasial Jerman.

See, itu adalah dampak terkejam dari rasisme. Dan itu nyata terjadi di dunia ini.

Berhentilah mewariskan rasisme kepada anak-anak


Disadari atau tidak, sebenarnya ‘budaya’ rasis ini sudah berlangsung turun temurun di negeri ini. Mulai dari para moyang yang mewariskan kepada kakeknya nenek dari kakek ayahnya nenek dari ayahnya ayah kakekku (duh, puyeng) dan itu masih aja berlangsung sampai sekarang. 

Kadang-kadang sama anak tanpa di sadari pernah bicara rasis, “jangan bergaul dengan si anu ya, dia kan orang anu, tabiatnya bla..bla..bla..”

“Ntar kalo nyari kost-an jangan dilingkungan anu ya, disitukan banyak orang anu, kebiasaan mereka nganu, ntar kamu ikut-ikutan anu lagi.”

“Eh, si anu ikutan lomba itu lho, kamu ga usah ikut ya, karena jurinya orang anu juga, merekakan sesuku, mana mungkin nilainya adil.”

“Nak, nanti kalo cari jodoh jangan orang anu ya, mereka orangnya nganu, ntar kamu tersiksa lagi karena di-anu-in.”

Errr... what theeee ... 

Please, ya, mari kita berhenti mewariskan rasisme ini kepada anak. Biarlah anak-anak kita tumbuh menjadi anak bangsa yang tahunya hanya satu, mereka itu adalah anak Indonesia. Bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia.

Jangan mudah terprovokasi oleh Si Anu yang rasis


Kadang-kadang ya, kitanya udah bener nih, antiii banget sama yang namanya rasis. Tapi sehebat-hebatnya kita menjauhi yang namanya rasis ini tetap aja ketemu sama tipikal orang yang suka rasis ini. Kalo diturutin emosi rasanya pengen banget ngikat tuh orang trus pajang di tiang bendera *biar jadi bendera sekalian :p*

Tapi apa gunanya sih ? Yang ada ntar memancing mereka-mereka yang otaknya rasis untuk memanfaatkan situasi dan kondisi. Trus ntar mereka ngedrama, dan tanpa arahan sutradara yang jelas langsung aja ngambil peran sebagai korban. Please, deh, kalo emang ada ide untuk buat drama, mending buat sekuelnya Descendants of The Sun aja yaaa. Hihihi... 
Oh ya, drama DoTS ini pesan moralnya bagus banget kan, yaa. Di episode terakhirnya dengan jelas di sebutkan bahwa menjadi dokter dan tentara itu harus siap memberikan pertolongan kepada siapa pun tanpa melihat latar belakang negara, agama, suku dan golongan.
Untuk lebih lengkapnya silahkan baca juga Tentang Descendanst of The Sun.

Jadi ya kalo ketemu sama si anu yang tipikal rasis gini, segera deh pasang badan untuk ‘say no’. Kalo dia emang ga bisa dinasehatin untuk stop berkomen rasis, yo wesss, pergi aja, ga perlu ladeni dia lama-lama. Biarkan aja dia duduk sendiri sambil berkoar-koar tentang rasis, ntar lama-lama dia juga bakalan ngeh sendiri udah dikacangin kaya radio rusak. Hahaha...

Rasisme cenderung membuat penganutnya diskriminatif dan stereotype


Paham mengagungkan kelompok dan golongan tertentu itu berdampak besar terhadap prilaku terhadap orang lain sehingga penganutnya cenderung untuk berlaku diskriminatif. Dalam semua hal penganut rasis hanya akan mempedulikan orang-orang yang segolongan dengannya dan mengabaikan orang-orang dari golongan lain. Dan ini akan sangat berbahaya jika para pejabat hukum juga menganut paham rasisme ini. Bisa-bisa ntar penjara berisi orang-orang yang ga bersalah, dan dunia luar berisikan para penjahat sebenarnya. Ngerriii ...

Selain itu orang-orang yang rasis ini juga bakalan bersikap stereotype. Ketika berhadapan dengan orang dari golongan tertentu yang berbuat asusila, maka dia pun dengan mudah mencap semua orang dari golongann itu asusila. Padahal tidak, kaan ? Saudara kandung seibu seayah aja bisa beda karakter kok, apa lagi manusia yang majemuk bangeet.


Musnahkan rasis, mulai dari diri sendiri


Rasis itu bisa dihilangkan ga ya ? Bisa banget. Yang penting kamu ada niat dan mulai dari diri sendiri. Jika semua manusia dimuka bumi ini memiliki pikiran “kita adalah sama di mata Tuhan” maka rasis itu dengan sendirinya akan hilang dari muka bumi ini. Dan secara tidak langsung diskriminasi dan stereotype itu pun tekikis.
Sekalipun ada tindakan tercela yang dilakukan oleh orang-orang tertentu, jangan sekali-kali latah mengeneralisir semua orang yang bergolongan sama dengan pelaku. Beda orang, beda sifat dan pastinya juga beda sikap. Meskipun berasal dari golongan dan lingkungan yang sama bukan berarti mereka juga memiliki sifat dan sikap yang sama. Tanamkan dalam pikiran kita bahwa tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang adalah karena faktor individunya dan itu terbebas dari suku-agama-ras-dan golongan yang ia anut. 

Kamu-kamu pengen gak tinggal di negara yang bebas rasis ?

Kalo aku, pengen banget !



No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.