Wednesday, October 21, 2015

Kenali Ciri-ciri Anak Terjangkit Gejala Hedonisme

Halo, gais !

Karena hari aku akan berbicara tentang Lifestyle alias gaya hidup. Dan aku tertarik untuk mengangkat judul, "Kenali Ciri-ciri Anak Terjangkit Gejala Hedonisme".

Mengapa aku memilih anak sebagai subjeknya ? Hmm, nanti aku jelasin alasannya, namun sebelum kita sampai kesana, aku ingin mengajak kamu semua untuk sama-sama memahami dulu apa itu hedonisme.

Image result for hedonisme
Sumber



Pengertian dan Latar Belakang  Munculnya Hedonisme.

Menurut Wikipedia, Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?"

Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia. Lalu Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi.

Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM). Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.


Hedonisme dan Pengaruhnya Terhadap Anak.

Hedonisme merupakan salah satu gaya hidup yang berkembang pesat saat ini. Mulai dari masyarakat perkotaan hingga masyarakat pedesaan, banyak yang terbuai dengan gaya hidup yang mengagungkan kesenangan duniawi ini.

Sungguh sangat disayangkan ketika kaum hedonis ini rela melakukan segala macam upaya demi memenuhi tuntutan gaya hidup mereka. Tidak jarang mereka terlibat dengan rentenir yang mencekik leher mereka dengan bunga pinjaman yang berlipat-lipat ganda hanya gara-gara mereka ingin mengikuti trend hidup tertentu. Gaya hidup hedonisme ini, memang menawarkan berjuta kesenangan, tapi jika yang mengikutinya tidak memiliki pengendalian diri yang kuat, gaya hidup ini akan menyeret mereka jatuh dan terpuruk dalam lilitan masalah.

Selain itu, karena menjadikan kesenangan hidup sebagai tujuan utama, hal ini membuat kaum hedonis mengukur segala sesuatunya dengan kebendaan berupa uang, harta dan semua hal yang nampak di permukaan. Menurut mereka orang yang senang itu adalah orang yang memiliki banyak harta. Dan orang yang memiliki harta yang banyak sudah pasti bahagia. Pemikiran seperti ini akhirnya membawa mereka ke usaha bagaimana untuk mendapatkan itu semua. Mereka tidak lagi mempedulikan nilai-nilai mulia kemanusiaan. Bagi mereka yang penting puas, senang dan masa bodoh dengan yang lain.

Yang sangat kita sesalkan adalah, gaya hidup yang seperti itu menarik minat banyak orang, terutama sekali kaum remaja dan anak-anak. Rasa ingin tahu mereka yang besar mendorong mereka lebih kuat untuk terus mengekplorasi gaya hidup yang mereka pandang bebas dan berani ini. Remaja dan anak-anak ini dengan polosnya beranggapan bahwa hidup bebas dan berani itu keren dan tidak ketinggalan zaman.

Aku pribadi, bisa saja menyalahkan globalisasi dunia yang tanpa batas itu sebagai  penyebabnya. Tapi tidak ada gunanya kan ? Karena toh aku tidak akan bisa menghalangi arus globalisasi dan semua teknologinya itu dengan menutup pintu rumah rapat-rapat. Jadi mau atau tidak, suka atau tidak, kita harus menghadapi tantangan globalisasi dunia ini dengan bijak.

Sebagai orangtua, kita harus bisa lebih kreatif agar bisa menarik anak-anak kita untuk bisa mengendalikan dirinya agar tidak terjebak dalam gaya hidup hedonis yang tidak akan pernah ada habisnya itu. Untuk memupuk pengendalian diri mereka tersebut salah satunya adalah dengan membekali mereka dengan pendidikan agama yang cukup.

Salah satu cara agar kita bisa mengetahui apakah anak-anak kita telah terjangkit gejala hedonisme ini atau bukan adalah dengan mengenali ciri-cirinya yang dikelompokkan sebagai berikut.

1. Anak menyukai segala sesuatu yang bersifat 'instant'.
Orangtua harus waspada ketika anak sangat menyukai bersenang-senang dan cenderung mengabaikan kewajibannya. Mereka menyukai segala sesuatu yang bersifat instan, malas dalam berjuang dan lebih mengandalkan jalan pintas dalam mencapai keinginannya.

2. Anak suka pesta dan berfoya-foya.
Dunia glamour adalah passion mereka. Dilevel ini anak tidak mengenal kata hemat dan selalu menghambur-hamburkan uang. Anak tidak mau mengerti dan tidak peduli dengan kerja keras orangtua dalam menafkahinya. Anak berpendapat adalah kewajiban orangtua memenuhi kebutuhannya, dan orangtua tidak berhak ikut campur ke dalam cara anak menikmati hidup mereka.

3. Anak mencintai dunia hiburan.
Dalam sehari-hari waktunya dihabiskan untuk menonton, bermain game, gadget, sosial media dan dunia hiburan lainnya. Anak memprioritaskan kesenangannya diatas kewajibannya. Mereka lupa belajar dan juga malas beribadah. Waktunya habis hanya untuk hal-hal yang tidak berguna.

4. Anak sangat menyukai perhiasan.
Hal ini bukan hanya tentang perhiasan berupa emas, permata dan sejenisnya yang mungkin lebih diminati oleh remaja putri. Tetapi juga meliputi dunia otomotif yang segala asesoris dan pernak-perniknya sangat digilai oleh remaja putra.

Itu adalah 4 ciri-ciri umum yang terjadi ketika anak telah terjangkit gejala hedonisme. Dan aku yakin masih banyak ciri-ciri lainnya yang mungkin saja sedang dialami oleh sebagian besar orangtua di luar sana.

Yang jadi persoalan sekarang, sudah siapkah kita sebagai orang tua jika anak-anak kita kelak juga menunjukkan gejala yang sama ?

Yuk, mari kita renungi bersama, sudah benarkah cara kita dalam mendidik anak selama ini ?
Sudahkah anak-anak kita bekali dengan pendidikan agama yang cukup ?

Jika jawabannya adalah 'belum', ayo kita benahi diri kita. Mulai dari diri kita sendiri dengan memberi contoh yang baik dan menyediakan waktu yang cukup untuk mendengarkan anak-anak kita bercerita tentang dunianya.














No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.