Friday, June 26, 2015

Gerakan Tolak Petasan

Saya, seperti umat muslim lainnya sudah tentu sangat menanti-nantikan bulan Ramadhan. Minjam istilahnya akuntansi, bulan Ramadhan ini adalah bulannya White-Off alias pemutihan dosa. Seperti yang di sabdakan oleh baginda Rasulullah dalam beberapa hadistnya :
  • “Barang siapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu”  (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
  • “Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu” (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
  • Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu” (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
  • “Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa-dosanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka” (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
  • “Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do’anya. Di antaranya disebutkan,”orang yang berpuasa hingga ia berbuka” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa’i dan Ibnu Majah)

Tuuhh.. banyak bangetkan hadistnya. Tapi ada satu hal yang paling saya tidak sukai di bulan Ramadhan ini yaitu petasan. Sepanjang yang saya tahu ga ada tuh dalil dalam Al Qur'an atau pun hadist yang menyebutkan petasan bagian dari Ramadhan, etapi kok jadi tradisi ya ? Heran saya.

Saya yang awam ini jadi suka mikir sendiri, apa sih manfaatnya petasan itu ? Yang ada bikin sebel dan bikin jantung ini mau copot karena kaget. Saya paling juengkel sama orang yang nyalain petasan itu. Rasanya mau tak pecek-pecek sampe lumet.. aarrrghh..

Ok.. cukup ngomelnya. Sekarang back to the topic, gimana sih asal usul petasan itu ? trus apa manfaatnya ?

Saking keponya, saya sampe googling lho. Eee..ya ampun, ternyata sekitar abad ke-9, seorang juru masak di Cina secara tak sengaja mencampurtiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Lalu ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya yang lalu dibakar dan akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya mengusir roh jahat. Dalam perkembangannya, petasan jenis ini dipercaya dipakai juga dalam perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan, dan upacara-upacara keagamaan.

Baru pada saat dinasti Song (960-1279 M) didirikan pabrik petasan yang kemudian menjadi dasar dari pembuatan kembang api karena lebih menitik-beratkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di angkasa hingga akhirnya dibedakan. Tradisi petasan lalu menyebar ke seluruh pelosok dunia.

Bahan baku tabung diganti dengan gulungan kertas yang kemudian dibungkus dengan kertas merah dibagian luarnya. Kemudian petasan ini menjadi dasar dari pembuatan kembang api, yang lebih menitikberatkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di udara.

Pada masa Renaissance, di Italia dan Jerman ada sekolah yang khusus mengajarkan masalah pembuatan kembang api. Di sekolah Italia menekankan pada kerumitan kembang api, sedangkan di sekolah Jerman menekankan pada kemajuan ilmu pengetahuan. Dan akhirnya muncul istilah pyrotechnics yang menggambarkan seni membuat kembang api. Untuk membuat kembang api dibutuhkan seorang ahli yang mengerti reaksi fisika dan kimia. Setelah bertahun-tahun, para ahli kembang api akhirnya bisa membuat kembang api berwarna-warni, seperti merah yang berasal dari strontium dan litium, warna kuning berasal dari natrium, warna hijau berasal dari barium dan warna biru dari tembaga. Campuran bahan kimia itu dibentuk ke dalam kubus kecil-kecil yang disebut star. Star inilah yang menentukan warna dan bentuk bila kembang api itu meledak nantinya.

Di Indonesia sendiri tradisi petasan itu dibawa sendiri oleh orang Tionghoa. Seorang pengamat sejarah Betawi, Alwi Shahab meyakini bahwa tradisi pernikahan orang Betawi yang menggunakan petasan untuk memeriahkan suasana dengan meniru orang Tionghoa yang bermukim di sekitar mereka.

Sumber : Baca disini

Dari paparan diatas, saya tarik kesimpulan kurang lebih begini :
  1. Petasan itu bukan budaya asli Indonesia *apalagi muslim*
  2. Awalnya petasan itu di kembangkan untuk mengusir roh jahat
  3. Kemudian petasan di kembangkan lagi menjadi kembang api, yang menitik beratkan pada keindahan, sehingga bisa digunakan dalam perayaan-perayaan tertentu.
Nah .. sekarang Ramadhan, adalah bulannya untuk beribadah bagi umat Muslim. Trus apa pentingnya itu petasan ? Ga nyambung juga kaleee.. Apa lagi jika diingat awal kegunaan petasan itu yang untuk mengusir roh jahat. Semakin ga nyambung sama Ramadhan.

Makanya saya tulis ini buat himbau Sahabat Jeoja semua, ayo kita rapatkan barisan untuk menolak petasan disekitar kita. Meskipun negara kita tercinta ini udah mengeluarkan beberapa peraturan yang melarang keras penggunaan petasan tapi toh tetap saja penjual dan pembelinya berkeliaran dengan bebas. Jadi diperlukan peran aktif semua lapisan masyarakat untuk menertibkannya.

Selain alasan keamanan dan kesehatan, bagi saya membeli petasan itu sama dengan buang-buang uang alias mubazir. Menyalakan petasan itu sama dengan membakar uang alias mubazir kuadrat.

Nah... dari pada uangnya habis buat beli petasan, mending di beliin bakwan buat bukaan, atau yang lebih afdol lagi kita isiin aja ke kotak infaq. Bermanfaat dan juga dapat pahala. Ya kan ?




No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.