Tuesday, March 17, 2015

[Cerpen] Dia Memanggilku "G"

Namaku Viona, lengkapnya Viona Bistari. Tanggal 15 bulan lalu, usiaku genap 21 tahun. Saat ini aku berkerja sebagai kasir di salah satu perusahaan retail terbesar di kota kami. Untuk urusan perkerjaan, tak usah ragu, I love my jobs so much. Meskipun banyak orang yang bilang jadi kasir itu ga enak, karena harus sangat hati-hati, jika lengah sedikit saja bisa-bisa penghasilan bulanan akan habis begitu saja karena habis buat nombok. Tapi aku tidak berpendapat begitu. Memang benar berkerja sebagai kasir dituntut untuk ekstra hati-hati dan teliti, tapi bukankah itu adalah hal wajib dalam setiap perkerjaan ? Kalo aku boleh bilang, apapun perkerjaan yang kita geluti, yang namanya hati-hati dan teliti adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh semua orang. So.. apa lagi alasan aku untuk tidak mencintai perkerjaan ini ?

Di tempat berkerja, oleh rekan-rekan aku dipanggil Vi, itu bermula dari aku yang menyebut diriku dengan Vi dalam berbicara. So far.. my life so completed.. tidak ada alasan untuk aku tidak berbahagia bukan ?

Sampai suatu hari, ada supervisor baru di kantor kami. Kehadirannya telah berhasil merubah duniaku, menjungkir balikkannya dari atas, lalu meneggelamkannya ke dasar laut. Berkat dia aku mengenal namanya sakit hati, malu, sekaligus cinta.

Sumber
Namanya Vino. Usianya terpaut dua tahun di atasku. Cerita punya cerita ternyata kami berasal dari almamater yang sama. Cuma karena kesibukannya berkerja sebagai freelance semasa kuliah, dia jarang hadir dikampus. Secara fisik, aku bisa menyebutnya sebagai sosok yang sempurna. Bahkan teman-temanku yang lain saja sepakat menyebutnya mirip Lee Min Ho aktor korea yang populer itu. Nah.. bisa bayangkan bukan betapa tampannya dia. Orangnya ramah, suka bergurau dan juga smart. Hmm.. cewek mana yang hatinya ga klepek-klepek kalo ketemu cowok kaya gini ?

Diam-diam aku menaruh hati kepadanya. Senyumnya yang memikat itu mampu menghadirkan getaran setara seribu volt di hatiku. Jangankan di ajak bicara, sekedar dipandang saja jantungku terasa mau melompat keluar. Pernah suatu waktu ketika aku sedang mengisi botol minuman di dispenser pantri, dia lewat dibelakangku dan tanpa sengaja lengannya menyentuh lenganku. OMG.. tolong..tanganku terasa kesentrum dibuatnya. Tanpa sadar mataku tak lepas memandanginya sehingga air setengah galon tumpah ruah membanjiri pantri.

Sebenarnya perasaan seperti ini bukan cuma aku yang punya, teman-teman cewek yang lain juga merasakan yang sama. Cuma karena mereka telah memiliki pasangan masing-masing, membuat mereka harus rela meredam semua perasaan itu. Oleh karena itulah aku adalah satu-satunya kandidat yang bisa bergerak bebas untuk tebar pesona di hadapan Vino.

Sepertinya Vino punya indra keenam deh, karena dia bisa mengetahui bahwa aku tertarik padanya. Padahal aku kan ga pernah ngungkapin isi hati. OMG..please dech Vi.. ga perlu indra ke enam kelless.. lha wong seharian mata loe ga lepas dari dia siapa juga yang ga tau ?? Hehe.. iya ya..

"Hai G !" tiba-tiba Vino telah berdiri di hadapanku. Aku yang tidak siap dihampiri begitu menjadi gugup luar biasa sampai-sampai pena yang ku pegang terlepas dari tangan. Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari orang yang dia panggil dengan sebutan G itu. Tapi tidak ada yang menoleh, semua sibuk dengan perkerjaan masing-masing. Dengan muka bingung aku melihat kearahnya, dan dengan mimik bertanya aku menunjuk diri ku sendiri. Dia mengangguk tersenyum. Tuhan.. tolong aku.. aku gak kuat liat senyumnya.

"Bapak bicara dengan saya ?", sebisa mungkin aku bicara formal dengannya. Kantor bo'.. kantor.. gimana juga aku kan harus jaga etika dengan atasan. Dia mengangguk dan tersenyum lagi. Ampun lama-lama begini aku bisa pipis dicelana karena bertubi-tubi di bombardir senyum maut itu.

"Nama saya Viona Pak", aku meluruskan panggilannya kepadaku.

"Oh ya ? Okay.. Viona.. nanti siang kirim data rekonsiliasi cash in bulan lalu ke email saya ya", sungguh luar biasa nih cowok. Meskipun dia seorang atasan, sekalipun tak pernah dia bicara tidak sopan kepada kami. Dia selalu meminta dengan sopan. Dan itu membuat aku semakin jatuh cinta kepadanya.

Sejak ada Vino di kantor kami, aku selalu bersemangat untuk pergi berkerja. Dia semacam magnet yang mampu menarik semua orang dengan aura positif yang dimilikinya. Meskipun perkerjaan kami dibebani deadline laporan yang bersifat harian, kami tidak merasa stress seperti sebelum-sebelumnya. Dengan ketegasan dan control data yang kuat, dia mampu membuat irama kerja yang indah buat kami.

Suatu kesempatan ketika tengah istirahat makan siang, aku memberanikan diri menanyakan mengapa dia memanggilku dengan sebuatan G. Dia tersenyum, lagi-lagi tersenyum. Sambil berlalu dia menjawab "apalah arti sebuah nama ? Yang penting ini " dia menunjuk hatinya. Dia tidak menggubris keberatanku dipanggil G.

"Udahlah, ngapain diambil pusing, anggap aja dia punya panggilan istimewa buat kamu", kata Susi ketika aku bercerita, mengeluhkan keberatanku di panggil begitu. Aku mencoba berlapang dada, menerima nasehat Susi. Yah.. anggap saja begitu.

"G.. tolong keruangan saya ya", dia menghubungiku lewat interkom. Hhh.. lagi-lagi dia memanggilku G. Padahal baru kemarin aku meluruskan panggilan itu. Begitu susahkah untuk mengingat nama Viona di ingatannya ?

Sesampai didepan pintu ruangannya, aku mengetuk dua kali, terdengar sahutan dari dalam. Dengan pelan aku membuka pintu dan menjulurkan kepala kedalamnya, dan bertanya, "Bapak memanggil saya ?"

Dia menoleh, dan tersenyum."Ya.. masuk aja G"

Sumber
Sesuai permintaannya akupun masuk, dan duduk disalah satu kursi yang ada diruangan itu. Dia bangkit dari tempatnya dengan beberapa file dan menyodorkannya kepada ku. Aku menerima berkas itu dan segera membacanya. Sementara Vino berjalan menuju jendela kaca, dan menarik tali mini-blinds sehingga kaca itu tertutup dengan sempurna.

Dia menghampiriku dan duduk tepat disebelahku. Bahu kami bersentuhan saking dekatnya. Aku kaget dengan sikapnya yang sangat tiba-tiba itu, segera aku bergeser ke kiri agar bisa sedikit berjarak dengannya. Tapi sial, di sebelah kiri ada tangan kursi yang menghalangi gerakanku. Aku mengutuk dalam hati, menyesali pilihan mengapa duduk di kursi panjang dan sebelah pinggir pula.

"Hmm.. berkas-berkas ini.. ada yang bisa saya bantu pak ?", aku bicara dengan sewajar mungkin, sedikit memecahkan kesunyian yang mulai menyelimuti ruangan itu. Tapi orang bodoh sekali pun pasti bisa mengetahui kegugupan dari suaraku. Dia tidak menjawab pertanyaanku, sementara hembusan nafasnya terasa hangat di telinga kananku. Firasatku mulai berbisik ada yang tidak beres dengan Vino. Aku menoleh dan mendapati wajahnya telah sangat dekat ke wajahku. Nyaris bibir kami bersentuhan. Aku kaget, dan segera menarik diri kebelakang, reflek menjauhinya.

"Ayolah G.. jangan malu.. kamu menyukai aku kan, jujur saja kamu menginginkannya ?" dia mendorong dan menempatkan aku pada posisi yang tak bisa bergerak. Dengan rakus dia memangsa ku yang terpojok pada rasa yang selama ini aku pendam. Memang benar aku menyukainya, tapi bukan yang seperti ini. Aku berontak sekuat tenaga, dan berteriak sekerasnya, tapi percuma tubuhku terkunci di tengah-tengah lengannya yang keras dan berotot. Sementara mulutku terbungkam oleh jari-jari dengan kuku yang tajam. Aku merasakan leherku perih, sesuatu yang runcing telah menusuknya. Ujung tanganku terasa dingin dan memucat karena aliran darahku telah berubah arah. Ada sesuatu yang dengan kuat menghisapnya melalui lubang dileherku. Aku berteriak kesakitan, karena merasakan nyeri disekujur tubuhku. Dalam ketakutan aku beranikan diri membuka mata, dan melihat Vino menyeringai dengan taring tajam berlumuran darah dimulutnya.

Aku panik dan histeris melihat sosoknya yang mengerikan itu.  Entah dari mana kekuatanku berasal, aku berontak, menendang dan melepaskan diri dari cengkramannya, dan segera berdiri menjauh darinya. Tanpa menoleh kebelakang, aku berlari sekencang-kencang.

Bumi yang kupijak terasa bergoyang hebat, dan tiba-tiba pandanganku terasa gelap. Sesuatu yang besar telah menarik dan melemparkan tubuhku dengan keras ke bahunya. Semua gelap. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi berikutnya.

***
Suasana kantor gaduh, karena baru saja ada penemuan mayat di basement dekat tempat parkir kendaraan roda empat. Semua tidak menyangka dan merasa ngeri membayangkan kondisi mayat yang mengenaskan. Vino ditemukan tak bernyawa dengan luka menganga dileher kanannya. Diantara kerumunan karyawan yang menyaksikan itu Viona berdiri dengan senyum aneh di wajahnya.







No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.