Wednesday, January 28, 2015

[Cerpen] Antara Hujan, Gang dan Pagar Besi

Rolling Door baru saja ditutup, waktu telah menunjukkan pukul 11:10 malam. Amey melangkahkan kakinya menuruni anak tangga berjejal di antara rekan-rekan sesama SPG lainnya. Amey mempercepat langkahnya karena sayup-sayup dia mendengar suara gemuruh bersahutan. Sepertinya akan turun hujan. Ternyata benar dugaan Amey, sesampai dia diteras mall, hujan pun turun dengan lebatnya. Amey merapatkan kedua tangannya di depan dada, berusaha mengurangi hawa dingin yang dihembuskan angin.

Lima belas menit telah berlalu, Amey masih berdiri di teras mall dan berharap hujan segera reda. Tidak banyak lagi teman-temannya yang ada, karena sebagian telah pulang dijemput oleh sanak saudara masing-masing. Ada sebagian temannya yang menawarinya untuk ikut pulang ke rumah mereka, namun Amey menolak karena Amey merasa tidak enak dengan keluarga pamannya. Ya.. beberapa hari belakangan ini Amey memang menumpang dirumah pamannya, karena belum mendapatkan rumah kos yang tepat. Tepat dalam artian cocok dengan kantong namun juga aman dan tidak jauh dari mall tempat Amey berkerja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11:30, namun hujan belum juga menampakkan tanda-tanda akan reda, tidak ada pilihan lain, akhirnya Amey memutuskan untuk melanjutkan langkahnya pulang ke rumah pamannya. Sebenarnya Amey bingung dan cemas karena malam telah larut, dan dia tidak bisa pulang karena masih terjebak hujan. Ingin menelepon paman, HP tidak punya, ke telepon umum uang pun tak ada. Rumah paman Amey jika ditempuh dengan berjalan kaki sebenarnya cukup jauh dari mall tempat Amey berkerja, dengan kendaraan umum saja membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit. Tapi Amey tahu jalan pintas yang cukup dekat, dengan berjalan kaki dia bisa sampai di rumah pamannya dalam waktu kurang lebih 15 menit. Namun jalan pintas itu cukup rawan bagi gadis seumuran Amey, karena melewati gang-gang sempit diantara pertokoan. Ditambah lagi banyak lelaki mabuk yang suka nongkrong di pojokan gang itu. Akan tetapi Amey tidak ada pilihan lain, meski hujan lebat dia tetap menempuhnya agar segera sampai dirumah pamannya.

Perasaan Amey sedikit waswas karena jalanan sangat sepi. Tidak ada satu orang pun yang melintas sepanjang perjalanannya. Amey berdoa didalam hati, semoga Allah melindunginya hingga selamat sampai dirumah paman. Satu gang, dua gang terlewati dengan aman. Amey bersyukur dalam hati. Berarti tersisa tiga gang lagi, dia sampai di jalan besar terdekat dengan rumah pamannya. Jantung Amey berdegup kencang ketika melewati gang terakhir. Dari kejauhan Amey melihat sekelompok pemuda yang tengah nongkrong di depan toko. Amey berdoa dalam hati, dia menunduk dan mempercepat langkahnya ketika melewati gerombolan pemuda tersebut. Alhamdulillah, mereka tidak ada yang mengganggu Amey, meskipun satu-dua dari mereka menegur namun masih dalam bahasa yang sopan.

Hujan masih lebat, dan disertai dengan angin yang cukup kencang. Amey telah sampai di jalan besar. Amey bisa bernafas dengan lega, dari kejauhan dia bisa melihat plang menuju rumah pamannya. Luar biasa lebat hujan malam itu, baju yang dikenakan Amey basah kuyup hingga ke pakaian dalamnya. Kaki Amey pun mulai terasa perih, karena telah lecet. Sepatu high heel yang dikenakannya memang tidak pas dipakai untuk berjalan kaki sejauh itu. Namun lagi-lagi semua itu tidak dihiraukan Amey. Sambil terus berjalan, disekanya air hujan yang masuk ke mata. Satu tikungan lagi dia sampai dirumah pamannya.

Amey melongo dan terpana ketika berdiri didepan pagar besi yang menjulang tinggi dihadapannya. Dalam deras hujan, badan menggigil kedinginan dan sesekali petir pun menyambar, waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Amey berdiri didepan rumah pamannya yang pagarnya terkunci dan lampu telah dimatikan.

####

Memori Oktober 2001 :

Rute : Sudirman-Imam Bonjol-Ahmad Yani Pekanbaru

####



No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.