Friday, October 21, 2016

[Review] Great Lesson from Hear Me, a Taiwan Movie

Hai, gais.
Lama ga jumpa kita ya, hehe. Ga tau kenapa akhir-akhir ini aku kok stuck gitu, ga tau mo nulis apa. Jadinya saban hari cuman nongkrongin youtube, menonton bermacam tayangan yang akhirnya membawa aku pada sebuah film yang berjudul Hear Me.

Film asal Taiwan ini sebenarnya bukan film baru ya, gais. Kalo dilihat dari waktu unggah dan comment yang masuk, film ini udah tayang sejak tahun 2009 yang lalu. Tapi meskipun bukan film baru, percaya deh ceritanya ga bakalan basi sampai akhir zaman.

Ketika memutuskan untuk mengklik film ini di youtube, awalnya aku ga memiliki ekspektasi apa pun. Bener-bener cuman untuk mengisi kekosongan hati yang menerpa, ttssaaahh. Tapi begitu film memasuki durasi menit ke sepuluh, pemikiranku langsung berubah. Film ini 'sesuatu' banget.

Sinopsis

Film Hear Me ini menceritakan tentang kehidupan penyandang disabilitas dan orang-orang terdekatnya. Adalah Xiao Peng, seorang remaja penyandang tunarungu. Meskipun cacat, Xiao Peng ini cukup berprestasi. Dia adalah salah satu atlit renang dengan catatan waktu yang cukup baik.

Xiao Peng, yang tegar dan berprestasi


Ayahnya seorang misionaris gereja yang telah bertahun-tahun menetap di Afrika. Xiao Peng memiliki seorang adik bernama Yang Yang. Dia normal. Namun karena alasan tertentu, Yang Yang ini menjalani hidup layaknya seorang penyandang cacat juga. Boleh dikatakan dalam semua kesempatan dia selalu berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Karena itulah Tian Quo seorang pemuda, anak dari pemilik restoran di Taiwan yang sehari-hari sibuk membantu usaha orang tuanya jadi salah paham.

Tian Quo, pemuda tampan, lucu, lugu dan baik hati


Ketika mengantarkan bekal makan siang untuk para atlit yang sedang berlatih di kolam renang, dia melihat Xiao Peng yang sedang asyik mengobrol bersama Yang Yang. Meskipun normal, Tian Quo pernah belajar bahasa isyarat saat ia kuliah dulu, makanya dia pun cukup mengerti dengan apa yang dua beradik itu bicarakan. Sepertinya Tian Quo jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Yang Yang.

Yang Yang, Si Optimis yang selalu ceria dan sangat mencintai kakaknya


Dia pun mengikuti Yang Yang, yang secara tiba-tiba mengalami kecelakaan motor di luar stadion. Dengan menggunakan bahasa isyarat, Tian Quo pun menawarkan diri untuk mengantarkan Yang Yang ke rumah sakit. Sejak saat itu hubungan mereka berdua pun semakin dekat.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ternyata Yang Yang berkerja serabutan. Dia juga menjadi pekerja seni jalanan. Hal ini membuat Tian Quo semakin cinta kepada Yang Yang. Pada suatu malam, setelah Yang Yang usai berkerja, Tian Quo mengajaknya untuk makan malam. Dalam waktu yang sama, Xiao Peng berada di rumah sendirian. Karena lelah setelah seharian berlatih, dia pun ketiduran. Dia tidak tahu, bahwa telah terjadi kebakaran di lantai atas rumahnya. Xiao Peng yang tuna rungu tentu saja tidak bisa mendengar ketika pintu rumahnya di gedor dari luar. Untunglah ada warga yang berhasil mendobrak pintu dan menyelamatkan Xiao Peng.

Seni jalanan, salah satu perkerjaan yang dilakukan oleh Yang Yang


Sementara itu di warung makan, Yang Yang bersitegang dengan Tian Quo gara-gara miskomunikasi. Yang Yang merasa tersinggung ketika Tian Quo membayar makanannya, padahal sebelumnya mereka sepakat bahwa makan malam itu Yang Yang yang traktir. Yang Yang beranggapan bahwa Tian Quo merasa malu karena dia membayar dengan uang receh. Padahal Tian Quo hanya tidak ingin pemilik warung makan menunggu terlalu lama, karena ada pelanggan lain yang juga ingin makan. Dan begitulah, malam itu betul-betul malam yang buruk untuk Yang Yang. Bertengkar dengan Tian Quo, dan setiba di rumah ia mendapati lantai atas rumahnya terbakar, dan Xiao Peng telah berada dirumah sakit.

Scene-scene berikutnya adalah scene yang penuh dengan air mata. Beneran lho gais, aku bener-bener ga bisa menahan tangisku sama sekali ketika menonton Yang Yang dan Xiao Peng yang beradu argumen. Ya, argumen tanpa suara itu berhasil membuatku menahan sebak didada. Bagaimana mereka meyakinkan satu sama lain bahwa mereka saling menyayangi, yang satu bukan beban bagi yang lain, tragedi itu bukan salah siapapun. Yah, adegan demi adegan di film ini memang berhasil menguras emosi.

Pertengkaran tanpa suara yang sangat menguras emosi


Satu bulan berlalu pasca kejadian, Tian Quo masih saja belum bisa melupakan Yang Yang, dan begitu juga Yang Yang sebenarnya juga masih belum bisa melupakan Tian Quo. Kepada Xiao Peng, Yang Yang berkata bahwa ia masih memikirkan Tian Quo, tapi ia tidak berani untuk meneruskan hubungan mereka karena menurut Yang Yang, Tian Quo juga tidak bisa mendengar. Yang Yang merasa tidak yakin bahwa ia akan mampu menjadi telinga bagi mereka berdua. Tapi Xiao Peng meyakinkan Yang Yang, bahwa dirinya sudah bisa untuk mandiri. Meskipun karir renangnya harus sedikit terhambat karena inspeksi akibat peristiwa kebakaran itu, tapi Xiao Peng yakin dengan kemampuannya ia pasti bisa mengerjar ketertinggalannya. Dan dia meminta kepada Yang Yang agar tidak lagi merisaukan dirinya, karena sudah saatnya Yang Yang memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Dan menurut Xiao Peng, Tian Quo adalah laki-laki yang baik untuk Yang Yang.

Mendengar kata-kata Xiao Peng, Yang Yang pun mendapat pencerahan. Keesokan harinya, Yang Yang mengirimkan gambar-gambar makanan yang sering Tian Quo berikan kepadanya ke restoran Tian Quo. Tian Quo sempat tidak percaya ketika menerima amplop berisi gambar itu dari kedua orang tuanya. Hatinya seakan mau meledak ketika mengenali gambar dalam amplop itu, dan ia pun bergegas berlari keluar untuk mengejar pengirimnya. Tapi hanya sampai pintu, langkahnya terhenti, dan ia kembali ke dalam restoran. Ibunya heran mengapa ia kembali. Tian Quo hanya menjawab sambil bergumam, "kalau aku berhasil menyusulnya, apakah kalian akan menerimanya ?"

Ibu Tian Quo awalnya tidak paham dengan pertanyaan anaknya, tapi setelah ia berpikir beberapa saat ia pun sadar. "Apakah pengiriman gadis yang tidak bisa mendengar itu ?" Tian Quo mengangguk. Kedua orang tuanya saling pandang untuk beberapa saat. Tak lama kemudian ibunya berkata pada ayahnya, "bagaimana kalau sekarang kita mulai belajar bahasa isyarat ? sepertinya mulutku juga sudah cukup lelah berbicara terus." Ayah Tian Quo pun mengangguk semangat,"iya, mari kita lakukan itu. Aku pun sudah lelah mendengar omelanmu." Hahaha... aku suka banget sama ayah-ibunya Tian Quo ini.

Merasa mendapat restu dari kedua orang tuanya, Tian Quo pun berlari keluar, menemui Yang Yang. Dan disinilah ending yang sangat menyentuh hati, yang membuat aku masih ingat cerita film ini dengan detail meski udah beberapa hari berlalu.

Penasaran ga sama endingnya ? Nonton aja sendiri ya .. dijamin baper. Hahaha..

Great Lesson from Hear Me

Kalo aku pribadi nih berpendapat, film ini bermutu banget-nget-nget. Menonton film ini seakan-akan menampar diri sendiri yang kadang masih aja suka iri sama kelebihan orang lain. Tetapi justru lupa dengan semua kelebihan yang Tuhan sudah kasih sama diri sendiri.

Hanya satu hal yang membuat penyandang disabilitas itu berbeda dengan manusia normal. Yaitu kesempatan. Kebanyakan orang-orang normal cendrung meragukan kemampuan yang dimiliki oleh para penyandang disabilitas ini, sehingga mereka pun jarang mendapatkan kesempatan untuk membuktikan kemampuan yang mereka miliki. Padahal jika mereka mendapatkan kesempatan yang sama dengan orang-orang normal pada umumnya, kemampuan yang mereka miliki justru melebihi mereka yang normal.

Kamu tidak percaya ?

Kalau gitu, kamu boleh kenalan dengan suamiku. :)
Dia penyandang disabilitas, tuna grahita sejak lahir. Sampai hari ini, usia pernikahan kami telah lebih dari 7 tahun dan Alhamdulillah dia bisa menafkahi aku dan anak kami tanpa kekurangan sesuatu apa pun. Itu adalah berkat kesempatan yang diberikan oleh perusahaan tempatnya berkerja. Tanpa memandang kekurangannya, mereka memberikan kepercayaan kepada suamiku, dan sudah pasti kesempatan itu tidak akan pernah ia sia-siakan.

Selain suamiku, kamu juga boleh kenalan sama sepupuku. Namanya Antony Saputra. Dia juga penyandang disabilitas, tuna grahita sejak lahir. Tapi soal prestasi jangan ditanya. S1 di Universitas Andalas, S2 di Australia, dan akhir tahun lalu dia mendapat kehormatan untuk menimba ilmu di Washington DC. Semua jenjang pendidikan itu ia dapatkan secara gratis karena beasiswa. Saat ini ia berkerja sebagai PNS di kantor walikota Padang. Dia juga udah menikah. Kalo kamu kepo dengan profil mereka silahkan intip-intip akun FB mereka sepuasnya.

Dan aku yakin, masih banyak penyandang disabilitas lainnya di dunia ini yang pastinya akan bisa memiliki prestasi yang cemerlang jika mereka di beri kesempatan dan kepercayaan yang sama dengan orang-orang normal lainnya.

Yuk.. berlaku adil terhadap mereka. Jangan anggap kekurangan mereka sebagai sesuatu yang membebani kita. Justru dengan memberdayakan kelebihan yang mereka miliki, maka mereka bisa mandiri, berdiri diatas kaki mereka sendiri tanpa harus membebani orang-orang disekitarnya.

No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.