Lagu
Indonesia Raya yang berkumandang di arena Olimpiade Rio Brazil 2016 dua hari
yang lalu menjadi kado terindah bagi peringatan hari kemerdekaan Republik
Indonesia yang ke-71. Aku rasa siapa pun dia, apa pun jabatannya, apa pun suku
dan agamanya, semuanya pasti sepakat untuk merasakan kegembiraan yang luar
biasa atas perolehan medali emas di ajang bulutangkis itu. Aku aja nih, gais,
masih merinding ketika menyaksikan cuplikan pertandingan itu.
Ketika berhadapan
dengan euforia kemenangan itu ga ada satu pun yang berbicara, si A – si B anak
keturunan bangsa C. Dalam pikiran semua orang hanya satu, bendera Indonesia
berhasil dikibarkan oleh anak bangsa. Si-B yang tadinya di embel-embeli anak
keturunan bangsa C, tanpa kasak-kusuk embel-embel itu hilang, menjadi anak
bangsa. Ya, bahkan bagi Si Anu yang tadinya nyinyir banget ngomongin rasis ini
pun, Si-B adalah anak bangsa. Dan diskusi berakhir sampai disitu.
Helloooo.. kok jadi plinplan gitu, bung ?
Aku pribadi
nih ya, bete habis kalo ketemu sama orang-orang yang sikap dan bicaranya selalu
rasis. Dikit-dikit ngejek suku lain, dikit-dikit ngejek agama lain, dikit-dikit
ngolokin etnis lain. Dalam pikirannya sukunya-agamanya-etnisnya adalah yang terbaik.
Kamu pernah ketemu dengan orang yang sifatnya kayak gitu ga, gais ?
Padahal sejarah
sudah mencatat betapa kelamnya dunia semasa rezimnya Nazi berkuasa. Karena ideologi
rasisme yang mereka anut saat itu, sehingga terjadilah tragedi holocaust. Masih
ingat tragedi mengerikan ini ga, gais ? Kalo ada yang lupa nih, aku ingatin
dikit, ya. Holocaust merupakan pembantaian sekitar 6 juta orang Yahudi yang
dilakukan secara sistematis, birokratis dan di sponsori oleh rezim Nazi beserta
kolaboratornya. Nazi yang menguasai Jerman sejak tahun 1933 sangat meyakini
bahwa bangsa Jerman adalah “ras unggul” sedangkan kaum Yahudi dianggap “inferior”
yaitu ancaman luar terhadap terhadap apa yang mereka sebut dengan masyarakat
rasial Jerman.
See, itu
adalah dampak terkejam dari rasisme. Dan itu nyata terjadi di dunia ini.
Berhentilah mewariskan rasisme kepada anak-anak
Disadari
atau tidak, sebenarnya ‘budaya’ rasis ini sudah berlangsung turun temurun di
negeri ini. Mulai dari para moyang yang mewariskan kepada kakeknya nenek dari
kakek ayahnya nenek dari ayahnya ayah kakekku (duh, puyeng) dan itu masih aja
berlangsung sampai sekarang.
Kadang-kadang sama anak tanpa di sadari pernah bicara rasis, “jangan bergaul dengan si anu ya, dia kan orang anu, tabiatnya bla..bla..bla..”
Kadang-kadang sama anak tanpa di sadari pernah bicara rasis, “jangan bergaul dengan si anu ya, dia kan orang anu, tabiatnya bla..bla..bla..”
“Ntar kalo
nyari kost-an jangan dilingkungan anu ya, disitukan banyak orang anu, kebiasaan
mereka nganu, ntar kamu ikut-ikutan anu lagi.”
“Eh, si anu
ikutan lomba itu lho, kamu ga usah ikut ya, karena jurinya orang anu juga,
merekakan sesuku, mana mungkin nilainya adil.”
“Nak, nanti
kalo cari jodoh jangan orang anu ya, mereka orangnya nganu, ntar kamu tersiksa
lagi karena di-anu-in.”
Errr... what
theeee ...
Please, ya,
mari kita berhenti mewariskan rasisme ini kepada anak. Biarlah anak-anak kita
tumbuh menjadi anak bangsa yang tahunya hanya satu, mereka itu adalah anak
Indonesia. Bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa
Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia.
Jangan mudah terprovokasi oleh Si Anu yang rasis
Kadang-kadang
ya, kitanya udah bener nih, antiii banget sama yang namanya rasis. Tapi sehebat-hebatnya
kita menjauhi yang namanya rasis ini tetap aja ketemu sama tipikal orang yang
suka rasis ini. Kalo diturutin emosi rasanya pengen banget ngikat tuh orang
trus pajang di tiang bendera *biar jadi bendera sekalian :p*
Tapi apa
gunanya sih ? Yang ada ntar memancing mereka-mereka yang otaknya rasis untuk
memanfaatkan situasi dan kondisi. Trus ntar mereka ngedrama, dan tanpa arahan
sutradara yang jelas langsung aja ngambil peran sebagai korban. Please, deh,
kalo emang ada ide untuk buat drama, mending buat sekuelnya Descendants of The
Sun aja yaaa. Hihihi...
Oh ya, drama DoTS ini pesan moralnya bagus banget kan, yaa. Di episode terakhirnya dengan jelas di sebutkan bahwa menjadi dokter dan tentara itu harus siap memberikan pertolongan kepada siapa pun tanpa melihat latar belakang negara, agama, suku dan golongan.
Untuk lebih lengkapnya silahkan baca juga Tentang Descendanst of The Sun.
Jadi ya kalo
ketemu sama si anu yang tipikal rasis gini, segera deh pasang badan untuk ‘say
no’. Kalo dia emang ga bisa dinasehatin untuk stop berkomen rasis, yo wesss,
pergi aja, ga perlu ladeni dia lama-lama. Biarkan aja dia duduk sendiri sambil berkoar-koar
tentang rasis, ntar lama-lama dia juga bakalan ngeh sendiri udah dikacangin kaya
radio rusak. Hahaha...
Rasisme cenderung membuat penganutnya diskriminatif dan stereotype
Paham mengagungkan
kelompok dan golongan tertentu itu berdampak besar terhadap prilaku terhadap
orang lain sehingga penganutnya cenderung untuk berlaku diskriminatif. Dalam semua
hal penganut rasis hanya akan mempedulikan orang-orang yang segolongan
dengannya dan mengabaikan orang-orang dari golongan lain. Dan ini akan sangat
berbahaya jika para pejabat hukum juga menganut paham rasisme ini. Bisa-bisa
ntar penjara berisi orang-orang yang ga bersalah, dan dunia luar berisikan para
penjahat sebenarnya. Ngerriii ...
Selain itu
orang-orang yang rasis ini juga bakalan bersikap stereotype. Ketika berhadapan
dengan orang dari golongan tertentu yang berbuat asusila, maka dia pun dengan
mudah mencap semua orang dari golongann itu asusila. Padahal tidak, kaan ?
Saudara kandung seibu seayah aja bisa beda karakter kok, apa lagi manusia yang
majemuk bangeet.
Musnahkan rasis, mulai dari diri sendiri
Rasis itu
bisa dihilangkan ga ya ? Bisa banget. Yang penting kamu ada niat dan mulai dari
diri sendiri. Jika semua manusia dimuka bumi ini memiliki pikiran “kita adalah
sama di mata Tuhan” maka rasis itu dengan sendirinya akan hilang dari muka bumi
ini. Dan secara tidak langsung diskriminasi dan stereotype itu pun tekikis.
Sekalipun ada tindakan tercela yang dilakukan oleh orang-orang tertentu, jangan
sekali-kali latah mengeneralisir semua orang yang bergolongan sama dengan
pelaku. Beda orang, beda sifat dan pastinya juga beda sikap. Meskipun berasal
dari golongan dan lingkungan yang sama bukan berarti mereka juga memiliki sifat
dan sikap yang sama. Tanamkan dalam pikiran kita bahwa tindakan kriminal yang
dilakukan oleh seseorang adalah karena faktor individunya dan itu terbebas dari
suku-agama-ras-dan golongan yang ia anut.
Kamu-kamu pengen
gak tinggal di negara yang bebas rasis ?
Kalo aku, pengen banget !
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.
Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.