Tuesday, November 25, 2014

Hati [pun] Bisa Mematikan Logika

Beberapa hari ini saya mengalami peristiwa yang sungguh tidak mengenakkan hati. Yang membuat perasaan saya terkoyak, dan air mata saya jatuh tidak tertahankan. Sungguh-sungguh.. sakitnya tuh disini.

Sebagai seorang perempuan saya memang termasuk salah satu diantara sekian banyak perempuan yang boleh di kasih label "cengeng' karena memang begitulah kenyataannya. Meskipun terkadang saya nampak tegar diluar, tapi sesungguhnya hati saya sering menangis.

Ketika masih lajang dulu, bantal - guling - sajadah adalah saksi bisu semua tumpahan air mata saya. Namun tidak lagi sekarang, karena sekarang saya sudah menikah. Jadi setiap kali hati saya terasa diaduk-aduk oleh masalah, saya pasti menangis, namun tak lagi mencari bantal dan teman-temannya itu sebagai sasaran tumpahan air mata saya, tetapi dada dan pundak suami lah yang selalu basah oleh airmata saya. Dan suami saya yang luar biasa itu dengan sabarnya akan menenangkan saya sehingga saya berhenti menangis. Owh .. sesuatu banget yah suami saya itu. He is so cool .. makin cinta dech .. :D

Akan tetapi ada yang mengejutkan dari suami saya kemarin sore. Saya tengah galau luar biasa, perasaan saya tak lagi terasa diaduk-aduk, tapi terasa seperti dirajang dan diblender dengan kecepatan tinggi. Air mata saya pun tumpah ruah ke jalanan. Dalam hati saya, sudah yakin dan berharap banyak, sang suami akan memeluk saya seperti biasanya, mengusap punggung saya dan menenangkan saya. Ternyata perkiraan saya salah, respon suami dingin tidak seperti biasanya. Bahkan dengan tegas dia berkata "sudahlah, jangan menangis lagi dihadapan saya".

Sontak kata-kata dia itu membuat saya terhenyak seakan tidak percaya dengan pendengaran saya. Ya Tuhan, sedemikian pelik masalah saya, jangankan mendapat solusi, bahkan menangispun saya tak boleh ? Untuk sesaat airmata saya memang kering tak bersisa, saya diam seribu bahasa. Namun hati saya semakin perih. Sudahlah perih oleh masalah, ditambah lagi perih oleh sikap suami, owh .. sakitnya tuh disini.

Semalaman saya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Meskipun suami bersikap seperti biasanya, namun hati saya masih diliputi tanda tanya yang sangat besar ? Ada apa dengan dia sore tadi ? Apakah ada masalah di tempat kerjanya ? Tapi kalau pun ada, biasanya dia selalu cerita. Bahkan pikiran buruk mulai menghampiri saya. Jangan-jangan dia sudah tak sayang lagi kepada saya. Pikiran-pikiran itu bergentayangan diruang benak saya hingga saya tertidur sampai pagi.

Siang ini, saya kembali dikejutkan oleh panggilan telepon dari suami saya. Sebenarnya adalah hal yang biasa dia menelpon saya disaat jam kerja, namun yang mengejutkan saya adalah kabar yang dia sampaikan.

Ternyata diam-diam dia mengurus masalah yang saya hadapi, dan dia menelpon untuk mengkonfirmasi beberapa hal sehubungan berita yang dia dapat. Sejenak saya speechless-lah dibuat dia. Mendengar saya terdiam, dia mengira saya menagis lagi, padahal tidak. "Kamu menangis ?" "Nggak..aku gak nangis" "Udahlah, gak ada gunanya menangis, Kamu harus yakin bahwa saya selalu ada buat kamu, dan kamu tidak sendirian menghadapi ini semua. Dan tunjukkan pada dunia, kamu yang sekarang bukanlah kamu yang dulu lagi yang lemah tak berdaya, tapi kamu yang kuat dan cerdas dalam menghadapi masalah."

Lagi-lagi saya terdiam mendengar kata-katanya. Ya Tuhan, dia tidak berubah, perhatian dan kasih sayangnya tidak berubah sedikitpun. Namun caranya yang dia perbaharui. Dia menyadari bahwa cara yang dia lakukan selama ini kurang tepat dalam membentuk saya.

Support yang dia berikan selama ini ketika saya terjatuh justru membuat saya manja dan ketergantungan kepada dia. Dengan sikap tegas yang dia tunjukkan kemarin, secara tidak langsung dia telah mendidik saya untuk tidak larut dalam perasaan melankolis, tapi justru harus cepat menggunakan logika agar bisa menganalisa masalah dengan cepat dan tepat.

Dan akhirnya saya menyadari, larut dalam perasaan melankolis ternyata bisa mematikan logika. Otak jadinya tidak berkerja, karena peredaran darah terhambat oleh hati yang menciut. Jadi dari kejadian ini saya belajar. Ketika masalah datang, sebesar apapun itu, jangan pernah libatkan perasaan dalam menghadapinya, namun utamakan logika. JIka logika telah mampu mengurai akar permasalah dengan baik, maka silahkan libatkan perasaan untuk mengukur kadar tindakan yang akan diambil.

Suamiku, tiada kata yang mampu ku ucapkan selain terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Kamu memang luar biasa, bijaksana dan tenang.

Yes.. you are so cool. Luph U babe ..

No comments:

Post a Comment


Terimakasih telah berkunjung ^.^
Tinggalkan komentar ya, biar kita saling kenal.

Note : Mohon maaf, komentar anonim dan link hidup saya anggap spam, ya.